KEBUMEN, KOMPAS.com - Baru-baru ini publik dibuat gempar dengan kabar tentang seorang wanita paruh baya bernama Wa Tiba (54) yang tewas dimangsa ular sanca saat berada di kebunnya di Desa Persiapan Lawela, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Peristiwa ini lantas menjadi viral di media sosial. Tak sedikit masyarakat yang dibuat paranoid kepada hewan melata tersebut. Pasalnya, ular berukuran 7 meter itu nyatanya mampu menelan bulat-bulat tubuh manusia dewasa hanya dalam sekali serang.
Namun, rasa takut itu tampaknya tidak berlaku bagi Munding Aji (30), pemuda dari RT 002 RW 001 Desa Gunungsari, Kecamatan Pejagoan, Kebumen, Jawa Tengah.
Tanpa rasa gentar, Munding justru memilih hidup berdampingan dan menjalani hari-hari dengan sepuluh ular sanca raksasa peliharaannya.
Munding memang bukan pawang, namun di tangannya, hewan buas tersebut seperti kehilangan insting predatornya. Ular-ular raksasa yang dia koleksi menjelma menjadi makhluk yang manis dan ramah kepada setiap orang sekalipun dia baru pernah berjumpa.
Semua ular peliharaan Munding masuk dalam spesies sanca batik (Pyton reticulatus). Ular sanca endemik Nusantara ini memiliki corak yang indah menyerupai batik, dan dapat tumbuh hingga mencapai panjang belasan meter.
“Sudah 10 tahun terakhir (hidup dengan ular), sekarang yang paling tua ukurannya jauh lebih besar dari ular yang memangsa manusia di Sulawesi,” katanya.
Serupa tabiatnya, ular-ular milik Munding pun memiliki nama yang cantik dan kekinian. Sebut saja Syahrini, Shelly, Jenny, Cindy, Vira, Amel, Rambo, dan Faldi.
“Yang paling tua itu Rambo dan Syahrini, sudah 10 tahun, panjangnya sekitar 9 meter dan diameter perut 60 centimeter, tapi kalau makan (ukuran perut) bisa elastis sampai empat kali lipat,” ujarnya.
Ular-ular miliknya, lanjut Munding, memiliki corak khas. Namun, bedanya, Syahrini memiliki warna lebih cerah dan kekuningan, sedangkan Rambo warnanya agak lebih gelap. Sementara itu, Shely berwarna cerah dengan corak putih.
Awalnya, kegemaran Munding sempat menjadi polemik bagi keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar. Namun, seiring berjalannya waktu, Munding dapat meyakinkan mereka semua bahwa ular-ular koleksinya telah 100 persen jinak dan tidak membahayakan.
Untuk makan sendiri, setiap bulan Munding bisa memberikan 10 hingga 15 ekor ayam pedaging untuk setiap ular koleksinya. Jika dirata-rata, setiap bulan dia wajib membeli minimal 100 ekor ayam atau mengeluarkan Rp 3 juta hanya untuk pakan. KONTRIBUTOR PURWOKERTO, M IQBAL FAHMI