KOMPAS.com - Asian Games XVIII resmi selesai. Namun rasanya banyak peristiwa tak terlupakan dari dua pekan gelaran olahraga terbesar se-Asia tersebut.Â
Aksi heroik para atlet, rekor-rekor yang tercipta di berbagai cabang olahraga, serta peristiwa yang viral di media massa.
Fenomena kebangkitan sektor tunggal putra badminton Indonesia menjadi salah satunya.
Badminton yang merupakan olahraga terpopuler di Indonesia menjadi magnet yang luar biasa selama Asian Games.
Antusiasme masyarakat untuk menyaksikan pertandingan demi pertandingan tak terbendung. Antrean penonton, sorak sorai selama pertandingan, dan histeria tiap kali jagoan mereka bertanding menjadi pemandangan sehari-hari di Istora Senayan.
Bahkan sosok nomor satu di negeri ini pun turut merasakan ketegangan Istora saat tim badminton Indonesia bertanding melawan tim badminton China pada final beregu putra Asian Games XVIII.
Satu nama yang mencuat selama gelaran Asian Games XVIII datang dari cabang olahraga ini, ialah Jonatan Christie.
Jojo, sapaan akrab Jonatan bukan nama baru di kancah badminton nasional. Jojo menjadi andalan Indonesia di ajang superseries untuk sektor tunggal putra.
Selama ini, ia kerap mendapat cap pebulu tangkis muda gagal, "one hit wonder", atau sejenisnya, mengingat dia tak punya prestasi sama sekali di ajang superseries. Pencapaian terbaiknya adalah medali emas saat SEA Games 2017.
Kritikan terus mendatangi Jojo yang dianggap tak bisa meneruskan kejayaan Taufik Hidayat di nomor tunggal putra. Bukan tanpa alasan, karena Indonesia sulit menemukan pengganti yang sepadan untuk Taufik sejauh ini.
Fenomena Jonatan Christie tak bisa dipisahkan dari aksi selebrasinya. Bukan hal langka saat seorang pemain berganti kaus di sela-sela pertandingan. Tapi saat Jojo melepas kausnya saat selebrasi, Istora bergemuruh oleh histeria dari kaum hawa. Ya, selain berparas rupawan, Jojo memang memiliki postur yang hampir sempurna untuk seorang atlet.
Antusiasme penggemar badminton Indonesia rasanya harus dibayar oleh Jojo di nomor perorangan pasca-tim badminton beregu putra Indonesia gagal meraih emas saat melawan China.
Benteng pertama yang harus dilewati Jojo pada babak pertama nomor perorangan adalah tunggal andalan China, Shi Yuqi yang merupakan pemegang ranking ke-2 BWF.
Optimisme publik semakin tinggi pada Jojo pasca-menundukkan Yuqi. Selanjutnya ia harus menghadapi Khosit Phetpradab pada babak 16 besar, Wong Wing Ki Vincent pada perempat final, Kenta Nishimoto pada semifinal, dan Chou Tien Chen saat final.
Laga yang tak mudah untuk Jonatan. Tiga set yang ketat 21-18, 20-22, dan 21-15 dengan total waktu kurang lebih 70 menit mengantarkan Jojo ke podium.
Medali emas sektor tunggal badminton mengalir ke Indonesia. Keringat dan harapan terbayarkan. Selamat dan terima kasih atas pembuktiannya, Jojo. ANTARA FOTO, PUSPA PERWITASARI