JAKARTA, KOMPAS.com - Tumpukan lempengan besi, tabung gas setinggi manusia, kilatan cahaya api, serta bau besi dan karat, itulah impresi pertama saat menginjakan kaki di Gang Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (16/10/2019).
Di tempat itu berbagai jenis kapal uzur ''dimutilasi" hingga menjadi lempengan-lempengan kecil.
Puluhan pekerja tampak sibuk dengan las potong dan pelat besi yang ada di hadapan mereka. Sejumlah crane yang ada dilokasi itu juga sibuk mengangkat lempengan-lempengan besi tersebut.
Sedikit lebih jauh di luar tanggul laut, tampak beberapa kapal yang siap untuk dibelah menjadi lempengan-lempengan besi.
Di tengah kawasan tersebut, terdapat sebuah pondok. Di dinding pondok terpampang tulisan "No Smoking".
Tulisan itu hampir memenuhi seluruh dinding. Besarnya tulisan seakan menunjukkan bahwa larangan itu bersifat mutlak. Soalnya, pondok itu dikeliling belasan tabung gas setinggi manusia.
Cara memotong kapal
Ahmad Jaelani (33), salah seorang pekerja, menjelaskan bagaimana cara mereka membelah kapal berbobot ratusan hingga ribuan ton menjadi lempengan-lempengan kecil.
"Pertama itu dipotong dari atas kapal. Motongnya satu ruangan gitu, kayak seukuran satu kamarlah, habis itu diangkat pakai crane ke darat," kata Jaelani.
"Kalau di atas kapal susah potongnya, selang gas harus disambung panjang-panjang buat ke kapal," ujar Sutarman (36), pekerja yang lain.
Setelah hasil potongan pertama dibawa ke darat, pekerja lain akan langsung memecahnya menjadi ukuran yang lebih kecil hingga muat masuk dalam truk pengangkut. Potongan-potongan besi kapal itu akan dijual perusahaan yang memperkerjakan mereka ke tempat peleburan besi.
Hasil penjualan itu, sebagian dijadikan upah para pemotong kapal.
Selengkapnya baca: Gang Belah Kapal, Tempat Kapal Ribuan Ton Dibelah dan Dipotong-potong