KAPUAS HULU, KOMPAS.com - Sejumlah masyarakat yang berkebun daun kratom (Purik) di Kabupaten Kapuas Hulu, terus mendesak pemerintah daerah, provinsi, dan pusat, agar daun kratom diatur secara legal dalam undang-undang.
"Di mana hingga saat ini, aturan mengelola daun kratom tersebut belum ada kejelasan dari Pemerintah. Apakah akan dilarang ataupun dilegalkan, sehingga membuat masyarakat masih ragu-ragu," ujar seorang warga Putussibau Selatan, Jamli, kepada Tribun Pontianak, Kamis (7/2/2019).
Kratom diketahui banyak kalangan sebagai tanaman obat herbal yang memiliki sejumlah khasiat dan sering digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti diare, pereda nyeri, batuk, darah tinggi, dan lemah syahwat. Â
Kratom juga biasa digunakan untuk mengatasi kelelahan dan meningkatkan semangat kerja.
Namun, keberadaannya masih menjadi kontroversi akibat beberapa catatan yang mengindikasikan daun ini berkemungkinan mengandung zat psikotropika.
Menurut Jamli, ketika hukum daun kratom sudah jelas legal, membuat masyarakat tidak ragu-ragu lagi untuk terus menanam dan menjual daun tersebut.
"Begitu juga kalau sudah dilarang secara resmi, masyarakat tentunya tak akan menanam lagi dan menjual," ungkapnya.
Setelah harga getah karet murah, daun kratom menjadi idola sebagai mata pencaharian masyarakat khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu.
Menyikapi keraguan dari masyarakat Kapuas Hulu terhadap hukum menanam dan menjual daun kratom, Wakapolres Kapuas Hulu Kompol Alber Manurung menyatakan hingga saat ini belum ada kejelasan resmi apakah sudah dilarang atau belum.
"Kalau memang sudah dilarang, tentunya sudah ada undang-undang yang melarang terkait menanam dan menjual daun kratom. Tapi hingga sekarang belum ada yang mengatur seperti itu," ujar Alber.
Menurutnya, sejauh belum ada larangan resmi dari pemerintah, tidak ada persoalan bagi masyarakat yang ingin menanam dan menjual daun kratom tersebut.Â
Sumber: TRIBUN PONTIANAK