JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak tahun 2002, tiga ekor gorila hadir di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
Keberadaan Komu, Kumbo, dan Kihi menjadi primadona di Pusat Primata Schmutzer itu. Banyak pengunjung berlama-lama melihat tingkah ketiga gorila itu dan memotretnya.
Namun, menurut perawat gorila, Dwi Suprihadi, banyak pengunjung usil yang memancing kemarahan satwa-satwa mereka.
Biasanya, saat Gorila tengah beristirahat di kandang tertutup, terkadang pengunjung melempari batu hingga meneriaki gorila-gorila tersebut.
"Memang beberapa pengunjung yang berprilaku suka mengusik, menggaggu, jadi kadang mereka (gorila) tidak suka teriakan dan suara berisik. Kadang mereka (gorila) lagi diam dilempar (batu). Biasanya mereka (gorila) akan respons dengan memukul besi atau teriak," ujar Dwi saat ditemui Kompas.com di dekat kandang gorila, Taman Margasatwa Ragunan, Rabu (20/3/2019).
Gorila yang marah biasanya langsung ditenangkan Dwi dengan cara mengalihkan perhatiannya.
Caranya, memberi camilan berupa kurma atau kisimis.
Ia juga akan langsung menegur para pengunjung usil tersebut karena perbuatan mereka bisa membahayakan hewan, maupun dirinya sendiri.
"Ya untuk pengunjung kalau mereka lagi istirahat jangan diganggu lah, karena mereka sama dengan kita, ada jam makan, ada jam bermain, ada jam beristirahat," jelas Dwi.
Ia juha mengimbau para pengunjung untuk tidak menghidupkan suara ponsel terlalu keras di sekitar kandang gorila.
"Si Kihi ini agak sensitif dari yang lain. Jadi kalau dia dengar suara musik atau apa gitu dari ponsel pengunjung, bisa terganggu. Kalau komu sama kumbo masih bisa tahan, kata Dwi.
Ia berharap pengunjung yang datang menaati peraturan dan menjaga ketenangan di sekitar kandang gorila.
Merawat harimau
Selain Dwi, ada juga Budi Hidayat, seorang pria yang sudah mengabdi sebagai perawat satwa sejak 2000 di Taman Margasatwa Ragunan.
Budi mengatakan, setidaknya ada 20 ekor bayi harimau Sumatra yang ia bantu besarkan setelah puluhan tahun menjadi perawat.Â
Bukan perkara mudah untuk merawat bayi-bayi harimau tersebut, terlebih jika ada bayi yang kondisinya lemah dan tidak diperhatikan oleh induknya.
Ia dan rekan-rekannya harus berjaga 24 jam secara bergantian untuk memastikan kebutihan si bayi harimau terpenuhi.Â
"Kalau di harimau kami harus standby ya, bisa dikatakan 24 jam. Jadi itupun kami harus memberi minum susu kalau masih bayi itu, soalnya harimau itu teriak-teriak kalau haus, jangan sampai dia dehidrasi, harus terus nyusu," kata Budi Hidayat saat ditemui Kompas.com di Taman Margasatwa Ragunan, Rabu (20/3/2019).Â
Salah satu hal yang dianggap Budi paling sulit dalam mengurus bayi harimau yang kurang diperhatikan induknya ialah saat pertama mengajarkan si bayi minum susu dari dot.Â
Terkadang ia harus sedikit memaksa si bayi untuk meminum susu yang ada di botol sampai ia merasakan ada air susu keluar, setelah itu barulah mereka bisa meminum susu formula tersebut dengan lancar.Â
Ia mengatakan, bayi-bayi harimau yang baru dilahirkan setidaknya bisa minum susu dari botol per 15 menit sekali.Â
Susu tersebut diberikan apabila mereka mulai berteriak kehausan di dalam kandangnya. Setelah memasuki usia 1,5 tahun, bayi-bayi itu akan diajarkan untuk mengonsumsi daging-dagingan lunak seperti hati ayam. JIMMY RAMADHAN AZHARI
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.