KOMPAS.com - Prajurit pasukan khusus Korps Marinir TNI AL atau Intai Amfibi (Taifib) harus memiliki kemampuan tempur dan intelijen "Tri Media", baik itu darat, laut, dan udara.
Untuk bisa menguasai kemampuan tempur tiga media tersebut, maka calon prajurit pasukan khusus terpilih harus mengikuti Pendidikan Intai Amfibi atau Diktaifib, Sekolah Khusus Marinir Pusat Pendidikan Infantri (Sesus Mar Pusdikif) Kodikmar.
Salah satu kemampuan yang diasah dalam Diktaifib adalah melakukan infiltrasi (penyusupan) dari udara.
Latihan terjun (Keparaan) mengacu pada materi latihan teknik spotting, terjun bebas ketepatan mendarat, terjun bebas kerja sama di udara serta combat free fall.
Latihan teknik masuk dan keluar pesawat, melayang dan mengemudi, melipat parasut, teknik mendarat, teknik penguasaan prosedur keadaan darurat hingga penguasaan tumpuan udara terbatas ketika melompat dari pesawat Cassa NC212 milik dari Skuadron 600 Wing Udara 1 Puspenerbal Surabaya dilatih dan dipraktikkan dalam Latihan Keparaan.
Penerjun wajib menaati ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan larangan-larangan yang harus dihindari agar latihan penerjunan berjalan lancar, tertib dan dapat mencapai hasil yang maksimal dan aman (zero accident).
Para prajurit diwajibkan mampu melaksanakan tugas operasi khusus dengan infiltrasi melalui udara, baik secara perseorangan maupun tim dari ketinggian 8000 kaki di atas wilayah Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur sebagai Kawah Candradimuka TNI AL.
Di akhir pendidikan keparaan tersebut, prajurit yang lulus akan mendapatkan brevet freefall atau lebih dikenal dengan Wing Day, yang kali ini Angkatan ke-XLIV diikuti sekitar 34 prajurit yang terdiri dari perwira, bintara dan tamtama.
Diharapkan prajurit pasukan khusus "Hantu Laut" ini mampu bergerak senyap dalam sunyi dengan dampak yang mematikan yang tergabung dalam Yon Taifib dengan semboyan "Maya Netra Yamadipati" yang berarti "Senyap Mematikan".
Foto dan teks: Antara Foto (M Risyal Hidayat)