KOMPAS.com - Di bawah bayang-bayang dedaunan pohon kelapa, seorang pria berkalung salib logam mengamati tetes cairan hasil sulingan nira di perkebunan kelapa Desa Nuruwe, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Pria itu bernama Salomon, sang pemilik kebun. Dia memanfaatkan 30 pohon kelapa untuk diolah menjadi nira kelapa.
Nira merupakan bahan baku utama pembuatan minuman tradisional Maluku bernama sopi yang berasal dari bahasa Belanda Zoopje yang berarti alkohol cair.
Salomon memiliki perlengkapan mengolah nira kelapa menjadi sopi di gubuk kecil miliknya sejak beberapa tahun terakhir. Setiap hari, dia mengumpulkan nira kelapa untuk disuling menjadi sopi.
Dalam sebulan, petani pengolah sopi mampu meraup untung mencapai Rp 5 juta. Dengan hasil mengolah sopi itu, sebagian penduduk mampu membiayai sekolah anaknya hingga perguruan tinggi.
Sopi telah dianggap sebagai minuman tradisional di beberapa wilayah Maluku yang memproduksinya.
Kegiatan tradisional maupun pertemuan informal dirasa tak lengkap tanpa kehadiran sopi, bahkan suatu perselisihan sosial dapat diselesaikan dengan segelas sopi.
Meski demikian minuman warisan budaya Maluku tersebut masih menjadi perdebatan tekait legalitas peredarannya.
Salomon menyatakan hingga saat ini, pihak berwajib masih melakukan razia, karena minuman beralkohol itu masih menjadi produk ilegal yang terkadang disalahgunakan.
Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Maluku sudah menyatakan bahwa sopi telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sejak Oktober 2016.
“Sehingga warisan budaya harus dilindungi agar tidak punah, bukan dilihat dari soal efek samping negatif sopi, tetapi bagaimana (sopi) menjadi perangkat adat di Maluku,” tegas Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Maluku Rusli Manorek beberapa waktu lalu.
Di balik semua perbedaan cara pandang akan sopi, kehadiran minuman olahan tradisional itu telah memperkaya ragam warisan budaya Tanah Air yang akan dilestarikan.
Foto dan teks : Antara Foto (Muhammad Adimaja)