KEPULAUAN MERANTI, KOMPAS.com - Berkunjung ke Kepulauan Meranti, Riau akan jamak menemukan warung makan yang meawarkan menu mi sagu.
Bagi masyarakat di sana, sagu akrab di kehidupan sehari-hari seperti halnya nasi. Hampir semua menu mi salah satunya menggunakan bahan olahan mi sagu sebagai menu andalan.
Di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kepulauan Meranti, Lili Andriayati adalah salah satu pembuat mi sagu.
Sejak 4 tahun lalu ia mengaku mulai menggeluti usaha ini. “Awalnya bikin sagu telur dan sagu lemak, belakangan karena susah cari pekerja beralih membuat mi sagu,” ujar Lili.
Usaha rumahan yang dirintis ibu rumah tangga ini dibantu oleh 7 orang karyawan. Tiap hari Lili mengaku bisa menghasilkan sekitar 150 kilogram mi sagu.
Sagu basah ia beli dari kilang sagu milik tetangganya meski suaminya memiliki kilang sagu. Menurut Lili sagu basah dari kilang sagu suaminya tidak bagus untuk membuat mi sagu.
“Kilang kami menggunakan air asin untuk membuat sagu basah, kalau dibuat mi sagu, warna mi sagunya gelap tak putih. Beda dengan kilang sagu yang mengguakan air gambut. Warna mi putih bersih,” tambah Lili.
Selain dijual di sekitar Kepulauan Meranti, penjualan mi sagu Lili merambah hingga ke Jakarta, Medan, dan Pekanbaru.
Mi yang dijual dengan harga Rp 7.500 per kilogram ini diakui lili lebih sehat dibanding jenis mi lain.
Lili mengaku mi sagu ia buat tanpa bahan pengawet dan tahan hingga sebulan. “Kalau di dalam kulkas bisa tahan sebulan, warnanya pasti berubah tapi rasanya gak,” tutup Lili.