KOMPAS.com - Pada umumnya masyarakat menganggap eceng gondok merupakan tanaman yang tidak berguna atau menjadi gulma karena dapat merusak ekosistem perairan.
Namun, di tangan-tangan kreatif para perajin UMKM Win’s Rajut, tanaman air tersebut bisa menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.
Bagi Winarsih (56), seorang perajin rajut yang juga pemilik UMKM Win’s Rajut ini, pemilihan tanaman enceng gondok sebagai bahan dasar kerajinannya karena mudah dan melimpah didapatkan.
Selain itu, pengolahannya lebih mudah dibanding bahan dasar kerajinan anyaman lainnya.
Awalnya Winarsih hanya memproduksi kerajinan hanya buat dirinya. Seiring waktu, produk buatan tangannya mendapat respons positif di masyarakat.
Pada 2015, dia pun memulai membuka UMKM Win's Rajut dengan memberdayakan serta melatih masyarakat sekitar khususnya ibu-ibu rumah tangga untuk menjadi perajin.
Sekarang, UMKM Binaan BRI ini memiliki sedikitnya 30 perajin dan menghasilkan berbagai produk yang berbahan dasar eceng gondok seperti tikar, lemari, kursi, meja, pembungkus vas bunga, tempat penyimpanan pakaian dan berbagai kerajinan tangan lainnya.
Harga jual produk tersebut berkisar dari Rp 90 ribu hingga Rp 900 ribu per satuannya.
Saat pertama merintis usaha, produk rajut ini hanya dijual di sekitar Pasuran saja.
Setelah adanya program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan mendapat dukungan pelatihan dari BRI terkait penjualan secara daring, produk kerajinan tangan mereka pun mulai dikenal masyarakat luas dan saat ini produk mereka telah dipasarkan di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, Bali dan juga melanglang buana sampai ke mancanegara.
Program Gernas BBI ini juga mendukung pemasaran secara digital sehingga menjadi solusi bagi pelaku UMKM untuk tumbuh dan berkembang di tengah pandemi Covid-19.
Foto dan teks: Antara Foto (Zabur Karuru)