DEPOK, KOMPAS.com - Di kawasan Grand Depok City Rian (9) dan Revan (9) menyusuri Jalan Raya KSU. Rian terlihat mengenakan kostum badut doraemon, sedangkan Revan bertugas memungut uang dari para dermawan yang mereka temui di jalan.
Sejak pukul 13.00 wib mereka mengaku mulai mengamen di seputaran GDC Depok. Dari rumah di Citayam mereka menumpang angkot hingga gerbag GDC.
Dari gerbang ini mereka mulai jalan kaki keliling menyusuri kawasan GDC yang ramai dengan warung dan pedagang kaki lima. Mereka menyodorkan kaleng bekas pada setiap orang yang ditemui, berharap mendapat sedekah.
Di kawasan GDC Depok pengamen anak seperti Rian dan Revan jamak ditemui. Kakak beradik Aldo (11) dan Arlen (12) dengan kostum doraemon, Inu (13), Ipul (14), dan Ezra (10) dengan kostum Upin, lalu ada Aini (12), Ridho (9), dan Luthfi (12) dengan kostum masha.
Kakak beradik Arlen dan Aldo hampir setahun ini juga mengamen dengan kostum badut di GDC Depok. Aldo mengaku ayahnya meninggal kecelakaan saat ia berusia 4 tahun.
Untuk membantu ibunya yang bekerja sebagai buruh serabutan, mereka mengaku berinisitaif mengamen saat melihat teman-teman di kampungnya di Citayam mengamen.
"Bapak meninggal waktu aku TK, ibu kerja bantu-bantu orang, aku sama kakak ngamen buat bantu ibu," ujar Aldo yang saat ini duduk di kelas 5 SD.
Mereka biasanya berkelompok dua hingga tiga orang saat mengamen, lengkap dengan kostum badut dan sebuah speaker untuk memutar musik.
Aini mengaku mulai mengamen dari siang hingga malam hari. “Biasanya siang jam duaan mulai ngamen, ntar pulang jam sepuluh malam,” ujar Aini yang sudah putus sekolah selama setahun ini.
Di keluarganya Aini mengaku tiga saudaranya juga mengamen di kawasan GDC. Agar mendapat uang lebih banyak Ipul dan Inu kakanya memilih mengamen sendiri. Sedangan Aini mengamen bersama adiknya Ridho dan seorang temannya Luthfi.
Dalam sehari rata-rata mereka bisa mendapat penghasilan Rp 150 ribu. “Kalau lagi sepi biasa dapat Rp 150 ribu, kalau lagi ramai bisa Rp 200 ribu,” tegas Inu.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pekerja anak yang cukup tinggi.
Angka pekerja anak di Indonesia semakin memprihatinkan. Faktor penyebabnya bermacam-macam. Pada masa pandemi Covid-19 ini, jumlahnya terus bertambah.
Berdasarkan data Sakernas pada Agustus 2020, diketahui 9 dari 100 anak usia 10-17 tahun (9,34 persen atau 3,36 juta anak) bekerja.
Dari 3,36 juta anak yang bekerja tersebut, sebanyak 1,17 juta merupakan pekerja anak.