KOMPAS.com - Sore selepas hujan rintik-rintik di kawasan hutan pinggiran Kota Tasikmalaya, terlihat dua pria berdandan dihiasi gincu tebal bersiap untuk melakukan atraksi ketangkasan akrobatik khas dari tanah Sunda.
Kegiatan ini diperankan dua orang pria berpakaian menyerupai perempuan.
Tidak jauh dari lokasi keramaian, sejumlah pria berpakaian serba hitam bahu-membahu mendirikan dua batang bambu sepanjang 16 meter ke dalam dua lubang sedalam 60 meter.
Berbagai ritual pun dilaksanakan sebagai syarat pertunjukan berjalan dengan baik dan lancar.
Kesenian akrobatik Lais merupakan kegiatan yang dilakukan perorangan di atas seutas tali yang diikat dengan kedua belah bambu tanpa mengenakan pengaman tubuh.
Kesenian ini masih dipertontonkan kepada masyarakat di Jawa Barat pada hari-hari besar tertentu.
Kesenian akrobatik Lais berasal dari sebuah tempat di Kawasan Sukawening, Kabupaten Garut. Kesenian tersebut diambil dari seorang warga setempat bernama “Laisan” sejak zaman kolonial Belanda.
Kemampuan akrobatik dalam memutarkan badan di atas tambang, melilitkan tambang pada bagian tengah badan dan memutarkan badan pada tali tambang menjadi ciri khas akrobatik itu sendiri.
Kemampuan tersebut diturunkan langsung dari generasi ketiga seni Lais, Aki Ahudin (72), kepada Suhada (34) untuk menjaga dari kepunahan di era yang serba digital.
"Beberapa gerakan ini harus dipelajari satu per satu hingga mahir. tidak bisa sekaligus karena tingkat kesulitannya berbeda, tidak hanya menggunakan otot saja tapi otak juga," kata Suhada.
Aki Ahudin dan Suhada merupakan dua generasi yang berbeda tiga dekade dalam menjaga nilai-nilai seni pertunjukan seperti kesenian akrobatik Lais.
Mereka tergabung dalam Padepokan Jatidiri Nurcahya Putra Galunggung.
Padepokan yang dipimpin Salim Nur Zaman tersebut masih berusaha melestarikan kegiatan tersebut.
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam kesenian tradisi diatas juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya menaati ajaran agama dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Foto dan teks: Antara Foto (Adeng Bustomi)