JAKARTA, KOMPAS.com - Merek fesyen global Uniqlo berkolaborasi dengan 3 seniman visual yaitu A.A.G Airlangga (Tutu), Diela Maharanie, dan Muchlis Fachri (Muklay) saat membuka gerai terbesar Uniqlo di Indonesia di mal Pondok Indah 3, Jakarta.
Di hari ketiga pembukaan, Minggu (11/4/2021) pembeli Uniqlo berkesempatan bertemu langsung dan mendapatkan gambar tangan Tutu di tas daur ulang bertema a heART for Jakarta di area pameran di lantai dasar mal Pondok Indah 3.
Ditemui di area pameran, Tutu mengaku terkejut ketika pertama kali dihubungi Uniqlo untuk bekerjasama pembukaan gerai kali ini.
“Sebenarnya agak surprise dihubungi pihak Uniqlo untuk bekerjasama, apalagi yang diangkat tema tentang Jakarta, kota yang kutinggali sejak kecil. Kita membahas apa yang akan diangkat dari Jakarta, salah satunya caranya berinteraksi dengan followerku di media sosial untuk mendapatkan masukan, apa yang mereka harapkan dari Jakarta,” ujar Tutu.
Tutu mengakui mendapatkan banyak masukan bagus dari interkasi dengan followernya di media sosial.
“Salah satu followerku dalam Q and A di instagram bilang, bisa hidup saling berdampingan tanpa saling tuduh. Poin itu kena banget buatku,” tegas pria yang karyanya masuk dalam buku Graffiti & Street Art Around The Globe terbitan Elrincondelasboquillas.
Pada pembukaan gerai ini selain bisa mendapatkan karya ketiga seniman yang dicetak di tas daur ulang, Uniqlo juga mengajak pembeli mempelajari pesan positif di balik setiap karya seni para seniman.
Selama periode pembukaan, 9-11 April 2021, pengunjung dapat menikmati pameran mini yang menampilkan karya seni mural dari ketiga seniman.
“Sebenarnya moto Uniqlo cukup unik buat aku yaitu LifeWear, LifeWear itu buat aku artinya sehari-hari itu enak dan sebenarnya itu yang dibutuhkan orang Jakarta saat ini. Dari situ aku dapatnya konsep karya Beauty in Details,” tambah pria lulusan Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung.
Dari karyanya Beauty in Details, Tutu ingin mengajak orang Jakarta lebih mencintai kotanya, menghargai perbedaan, dan berpikir apa yang bisa dilakukan untuk Jakarta.
Seniman yang lahir dari street art dan karyanya telah mengikuti beragai ajang festival internasional ini mengaku memiliki ketertarikan terhadap isu sosial pada narasi-narasi karyanya.
“Menurutku seniman musti bisa berkarya dimana saja, di studio, di jalan, di rumah tapi bertanggung jawab dengan karyanaya. Art bukan lagi masalah teknis tapi narasi yang dibawanya. Aku sudah nggak mikirin gambar dengan apa, tapi narasi karyaku apa. Dengan begini aku jadi bisa peka dengan sekitar,” tutup Tutu.