JAKARTA, KOMPAS.com - Bermodal pengetahuan pelatihan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, Slamet Suryadi di awal 2017 mulai menginisiasi pertanian kopi yang diintegrasikan dengan peternakan lebah madu di desanya di Nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
“Dulu waktu kecil saat memetik kopi sering menjumpai lebah madu, belakangan sangat susah melihat lebah. Bisa jadi pertama karena seringnya penggunaan pestisida, kedua juga karena lebah dianggap lawan. Setiap ada lebah dibakar,” ujar Slamet.
Dari situ Slamet semakin yakin untuk mengadopsi konsep agrowisata edukasi dan konservasi kopi serta lebah madu.
“Kalau dulu konsepnya produksi, sekarang bergeser ke edukasi dan konservasi. Lima tahun lagi kami targetkan di sini sudah tumbuh hutan mini,” tambah Slamet.
Gayung bersambut, rencana agrowisata dan konservasi mendapat bantuan dari PT Toba Pulp Lestari. Di awal 2017 PT Toba Pulp Lestari memberikan bantuan pengadaan pendukung untuk lebah berupa 50 kantong lebah, 50 buah stup produksi, dan alat pelindung diri (apd).
Slamet menambahkan agrowisata kopi dan lebah madunya semakin ramai dikunjungi wisatawan. Berbagai bantuan alat produksi juga datang dari pemerintah provinsi Sumatera Utara untuk memperbesar agrowisata ini.
“Dua minggu lalu kami baru saja meluncurkan di desa kami sebagai desa agrowisata dan edukasi kopi dan lebah madu,” tutur Slamet.
Slamet berharap ke depan agrowisata ini akan berkembang menjadi koperasi. Saat ini terdapat sekitar 300-an stup produksi di sepanjang aliran sungai di kawasan hutan lindung PTPN IV.
Dari stup yang dimiliki Slamet mengaku total produksi madu mencapai 150 hingga 300 kilogram pertahun.