KOMPAS.com - "Bu, ada yg belum bisa baca", sahut salah seorang siswa kelas 3 SD kala pelajaran tematik tentang cara merawat kelinci. Dengan sigap ibu guru pun kemudian segera menghampiri sang anak tersebut.
Tatik (31), salah satu pengajar yang telah menjadi guru honorer selama 8 tahun. Beliau merangkap pengajar di SD serta menjadi kepala sekolah, guru, dan operator TK.
Dapat dibayangkan betapa tanggung jawab Bu Tatik berbanding terbalik dengan gaji yang diterimanya.
Demi bisa mengirim uang untuk anaknya di pesantren, beliau membuka laundry sebagai pekerjaan sampingannya.Â
Sepulang sekolah tumpukan baju mulai digarap, tak jarang Bu Tatik harus mencuci baju hingga larut malam.Â
Menjadi seorang guru ialah pekerjaan mulia. Selain mengajar, pengabdian lain yang dilakukan ialah mendidik, membimbing dan mencerdaskan anak bangsa.
Meskipun pengabdian guru sangatlah berat dan penuh tanggung jawab yang besar, namun gaji yang belum sesuai tugas dan tanggung jawabnya.Â
Banyak di antara mereka yang belum diangkat menjadi ASN dan masih berstatus sebagai guru honorer dengan gaji yang kecil. \
Walaupun gaji guru honorer dapat dibilang belum mencukupi, hal terebut tidak mematahkan semangat mereka untuk tetap mengabdi. Beragam usaha mereka lakukan untuk menambah penghasilan.Â
Mereka mencoba usaha sampingan yang merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup sambil menuggu kebijakan pemerintah untuk perbaikan nasib mereka. Hal itulah yang dilakukan beberapa guru honorer di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Narmi (49) kini menjabat sebagai kepala sekolah RA (Raudhatul Athfal) atau setara dengan TK dan sudah menjadi guru selama 21 tahun. Selain mengelola TK, menjadi penjahit juga dilakoninya. Melalui program UMKM dari desa beliau mendapat bantuan dana.Â
Nisa (25) telah menjadi guru selama 4 tahun. Menjadi guru mengaji menjadi pilihannya. Selain mengajarkan ilmu dunia, ilmu agama juga beliau sampaikan.Â
Lain cerita dengan Ajiz (30) yang sudah sukses merintis usaha ternak ayam petelur yang kini jumlah ayamnya mencapai 1500 ekor. Namun hal itu tidak membuatnya ingin berhenti menjadi guru.Â
Rasa lelahnya bekerja di peternakan akan hilang saat mengajar anak-anak dan membuatnya semangat dalam mengajar.
Begitu juga dengan Bagus (25) yang sudah menjadi guru SMK selama 4 tahun. Sejak adanya pandemi beliau mulai merintis usaha produksi pupuk. Walaupun relatif baru, tiap bulannya beliau bisa memproduksi 1000 kantong pupuk dengan penghasilan yang cukup lumayan.Â
Walau demikian, Pak Bagus tidak ingin meninggalkan pekerjaannya sebagai guru karena sudah merasa nyaman dan sayang untuk meninggalkan anak didiknya. Â
Iva Agustin (25) selain mengajar di SD juga berprofesi sebagai MUA. Penghasilan MUA tentu lebih besar dari guru honorer. Kendati demikian Bu Iva tidak ingin meninggalkan profesinya sebagai guru.Â
Menurutnya, kalau mencari uang bisa dari MUA tapi kalau mencari pahala diperoleh dengan menjadi guru.Â
Para pengajar itu adalah contoh bahwa guru bagaikan lilin yang memberikan cahaya dan mencerahkan. Semangatnya dalam mendidik dan membimbing tak surut dalam kesejahteraan yang belum berimbang.Â
Kebahagiaan mereka hadir saat ilmu dapat tersampaikan kepada anak didik.