KOMPAS.com - Desa Adat Batu Sanggan terletak di dalam kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Di desa ini terdapat lubuk larangan. Lubuk ini merupakan sungai yang tidak boleh diambil ikannya dalam periode tertentu.
Metode ini juga merupakan salah satu cara untuk menjaga ekosistem sungai agar tidak dirusak oleh masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Meski tidak ada penjagaan ketat, namun warga disini tidak akan berani mengambil ikan di sepanjang wilayah sungai yang sudah ditandai sebagai lubuk larangan.
Pagi itu, Minggu (28/1/2018), boleh jadi disebut hari bahagia bagi warga Desa Batu Sanggan. Sudah waktunya panen ikan di lubuk larangan, bagian berlekuk yang tak jauh dari sungai itu. Tak ada yang membedakan aliran sungai untuk transportasi dengan aliran sungai di lubuk larangan. Hanya saja, masyarakat sepakat menentukan lokasi lubuk di bagian aliran sungai dengan kedalaman 1-2 meter.
Warga desa melebur menjadi satu di tepian lubuk. Suasana terjalin penuh keakraban. Canda dan tawa mengalir begitu saja. Sorak sorai saling bersahutan, tatkala ada warga yang berhasil mengangkat ikan dalam jumlah banyak dan besar. Teriakan bernada ejekan sesekali terdengar saat ada warga yang justru tidak mendapat ikan sama sekali saat jaring ditarik.
Kemudian ikan hasil tangkapan bersama itu dikumpulkan. Ikan tersebut tidak serta merta dibagi-bagi secara gratis kepada warga. Warga yang ingin mendapatkan ikan mesti mengikuti proses pelelangan. Ikan yang dilelang harus berukuran besar, dan hasil pelelangan dijadikan dana untuk kegiatan masyarakat seperti pembangunan masjid dan kas desa. Selebihnya ikan yang berukuran lebih kecil dimasak di dapur umum dan di makan bersama (makan bajambau).
Desa Adat Batu Sanggan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya selalu berupaya melestarikan sungainya. Ini dibuktikan masyarakat desa dengan tidak mengambil ikan di sungai dalam waktu tertentu demi menjaga agar habitat alami sungai tetap terpelihara.
Bukan hanya itu masyarakat juga menjaga hutan di sekitar tempat tinggal mereka, serta tidak membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai. Dengan demikian ikan yang ada di sungai ini bisa berkembang dengan baik dan habitatnya juga terjaga.
Aturan ini berlaku untuk semua warga desa dan juga untuk para pendatang. Dan bagi yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi adat. Buah dari aturan ini lahirlah budaya "Batobo Mancokau" yang artinya panen ikan lubuk larangan. ANTARA, RONY MUHARRMAN