ACEH BESAR, KOMPAS.com - Ketersediaan air laut yang berlimpah sebagai bahan baku untuk memproduksi garam membuat Azhar, warga Desa Lam Ujong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, memilih profesi petani garam sejak 30 tahun lalu.
Melalui profesi yang menjadi sumber mata pencaharian utamanya tersebut, Azhar setidaknya kini bisa memiliki penghasilan rata-rata Rp 500 ribu setiap harinya.
"Dalam satu hari rata-rata hasil produksi garam saya 100 kilogram, karena dapur dan fasilitas masih terbatas," kata Azhar saat ditemui KOMPAS.com di dapur produksi garam tradisional miliknya, Sabtu (27/10/2018).
Selama ini Azhar mengaku telah memiliki sejumlah pelanggan tetap untuk pasokan garam hasil produksinya ke sejumlah rumah makan di Aceh Besar dan Banda Aceh.
Bahkan saat ini ia mulai kewalahan untuk memenuhi permintaan garam lantaran kondisi dapur dan fasilitas produksi garam miliknya masih terbatas.
"Kalau kondisi sekarang tidak cukup garam, paling saya utamakan untuk langganan tetap beberapa rumah makan saja. Kalau untuk pasokan ke pasar tidak cukup," katanya.
Proses produksi garam tradisional menurut Azhar sangatlah mudah, dan tentu dapat dilakukan oleh siapa saja, apalagi wilayah Provinsi Aceh memiliki potensi hamparan lautan yang sangat luas.
Bahan baku air laut yang memiliki kandungan garam sebelumnya telah diendapkan selama beberapa hari lalu dimasak dengan menggunakan wadah besi kemudian dibakar menggunakan kayu selama dua jam hingga berubah jadi garam dan siap untuk dipasarkan.
"Proses produksi garam sangat mudah, dari bahan baku air laut tinggal dimasak jadi garam. Jadi aneh kalau di Aceh garam harus diimpor dari daerah lain, padahal dengan potensi laut Aceh seharusnya garam dari Aceh dapat diekspor ke daerah lain," ujarnya. KONTRIBUTOR KOMPAS TV ACEH, RAJA UMAR