BANDA ACEH, KOMPAS.com - Seekor gajah liar yang sudah enam tahun berada di kawasan perkebunan dan permukiman warga Desa Tangga Besi, Subulussalam, Aceh, terpaksa harus dievakuasi ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Kabupaten Aceh Besar.
Sebab, setelah dilakukan penggiringan ke hutan, gajah liar yang diberi nama Septi tersebut tetap kembali ke permukiman warga dan mulai merusak tanaman.
“Dua minggu lalu, gajah itu kami pindahkan sementara ke PLG Saree, karena setelah kita lakukan penggiringan pada Desember 2018 lalu, gajah tersebut kembali ke permukiman dan warga mulai bergejolak,” kata Sapto Aji, Kepala BKSDA Aceh, saat dikonfirmasi, Sabtu (26/1/2019).
Sapto mengatakan, pembangunan barier yang tengah dilakukan di perbatasan hutan lindung dengan hutan produksi untuk menutup akses jalur gajah ke permukiman ditentang warga setempat.
“Barier yang sedang kita bangun untuk membatasi hutan lindung dengan perkebunan ditentang warga, karena dianggap menggangu akses warga untuk berkebun,” kata dia.
Sapto menyebut, gajah liar berjenis kelamin betina yang telah berusia 15 tahun itu diduga sangat sulit beradaptasi saat digiring ke hutan.
Hal ini disinyalir lantaran gajah tersebut sudah enam tahun berada di perkebunan dan permukiman warga pedalaman Subulussalam.
“Jadi langkah sementara kita ambil untuk mengamankan ke PLG Sare,” ujar dia.
Untuk melepasliarkan kembali gajah itu ke dalam hutan lindung, menurut Satpo, hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cara diangkut melalui udara.
Namun, jika dalam waktu tiga minggu ke depan tidak ada solusi untuk melepaskan dengan cara yang efektif, gajah itu terpaksa harus dijinakkan.
“Dalam tiga minggu ini, kami sedang mencari cara untuk melepaskan kembali kehutan dengan cara yang bagus dan efektif lagi, tidak dengan cara jalan darat. Tapi, jika tidak ada solusi, langkah terakhir terpaksa harus dijinakkan, kami sudah berkoordinasi dengan Dirjen KSDAE, itu pilihan terburuk dijinakkan,” ujar dia. KONTRIBUTOR KOMPAS TV ACEH, RAJA UMAR