KOMPAS.com - "Kudaku lari gagah berani.. Ayo lari.. Ayo kudaku lari.. Kudaku lari gagah berani.. Ayo lari.. Ayo kudaku lari.."
Sepenggal lagu “kudaku lari” yang hits di tahun 60-an ini sedikit bisa menggambarkan kegiatan pacuan kuda yang ada di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Kabupaten Jeneponto yang memiliki luas wilayah sekitar 749,79 kilometer persegi dijuluki sebagai kota kuda, karena kuda sudah menjadi bagian keseharian masyarakatnya.
Selain untuk keperluan pertanian dan alat transportasi, kuda juga dijadikan sebagai hewan peliharaan untuk diadu di arena pacuan kuda.
Pacuan kuda tradisional yang berada di Desa Kalimporo terbilang unik karena jokinya bukan hanya orang dewasa tapi juga diikuti joki anak-anak atau joki cilik yang hanya menggunakan peralatan seadanya seperti helm standar untuk kendaraan bermotor dan tidak sedikit hanya menggunakan sandal.
Meski dengan kondisi seperti itu mereka tetap memacu kudanya dengan sangat terampil dan semangat melewati lintasan pacuan sederhana dengan panjang lintasan kurang lebih 600 meter yang dibangun oleh warga.
Warga sangat antusias untuk menyaksikan pacuan kuda, selain ingin melihat kuda dan joki jagoan mereka beradu juga dimanfaatkan sebagai wahana rekreasi dengan menyaksikan keseruan pacu kuda tradisional.
Di arena pacuan juga biasa terjadi kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang, namun joki dan warga setempat menganggap hal itu biasa terjadi.
Bagi mereka, yang terpenting adalah bisa ikut berlaga dan menjadi pemenang dalam lomba pacuan kuda tradisional yang tiap tahunnya selalu dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Jeneponto itu.
Lomba pacuan kuda tahunan tersebut digelar dengan tujuan sebagai ajang silaturahmi antar warga dan juga sebagai promosi wisata Kabupaten Jeneponto. ANTARA FOTO, ABRIAWAN ABHE