KOMPAS.com - Pelaksanaan Pemilu yang digelar secara serentak pada 17 April 2019 lalu meninggalkan beragam kisah menarik bagi para Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Mereka bertugas dari kota hingga daerah pedalaman yang mudah hingga sulit untuk diakses. Salah satunya yaitu Dusun Belatung di Desa Kereho, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Dusun Belatung tersebut berada di hulu Sungai Bekohuk serta berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Untuk mencapai daerah itu, kita harus menempuh perjalanan selama dua hingga tiga hari dengan menggunakan perahu motor untuk menelusuri arus sungai dan berjalan kaki melintasi hutan.
Sejumlah perlengkapan Pemilu seperti kotak suara dan bilik suara diangkut menggunakan perahu panjang atau long boat yang menggunakan mesin 40 PK, dan mendapat pengawalan ketat dari anggota TNI/Polri.
Sebelum sampai di Dusun Belatung, perahu pembawa logistik pemilu singgah ke dua dusun sebelumnya yaitu Dusun Sepan dan Dusun Salin yang ada di kecamatan tersebut.
Perjalanan ke dua dusun itu ditempuh selama sekitar lima jam dari ibu kota kabupaten yaitu Putussibau dan melintasi riam serta jeram. Untuk bisa melintasi jeram, penumpang dan barang bawaan termasuk logistik pemilu harus diturunkan. Setelah itu perahu harus ditarik oleh belasan orang untuk naik ke tepian.
Hari sudah gelap ketika rombongan tiba di Dusun Salin. Dusun Salin sendiri merupakan dusun persinggahan sementara sebelum melanjutkan perjalanan menuju Dusun Belatung dengan menempuh perjalanan selama dua hari berjalan kaki.
Keesokan harinya, perjalanan pendistribusian logistik pemilu dilanjutkan. Untuk pendisitribusian logistik di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Dusun Belatung sendiri, petugas PPS dan Panwas hanya membawa surat suara.
Tanpa kotak suara dan bilik suara seperti TPS pada umumnya. Hal ini disebabkan karena jarak tempuh menuju TPS tersebut cukup jauh dengan keterbatasan akses.
Setibanya rombongan di sana, terlihat perkampungan yang dihuni masyarakat Dayak Punan. Kehidupan mereka terbilang sederhana, terlihat dari puluhan rumah papan berukuran kecil.
Dahulu mereka berdiam secara komunal di rumah betang atau rumah panjang. Namun, sejak tahun 1966, masyarakat Dayak Punan lebih memilih memiliki rumah tinggal sendiri masing-masing yang dihuni bersama sanak keluarga.
Dusun ini nyaris belum tersentuh pembangunan. Tidak ada infrastruktur jalan, puskesmas, sambungan listrik dan jaringan telekomunikasi.
Walau beberapa warga memiliki telepon genggam, itu hanya digunakan untuk memotret atau mendengarkan lagu. Jika ingin mencari sinyal mereka harus berjalan kaki selama dua hari ke kampung sebelah di Tanjung Lokang atau Dusun Sepan.
Satu-satunya yang menghubungkan masyarakat Dayak Punan dengan kehidupan luar adalah televisi milik warga. Itu pun baru mereka nikmati beberapa tahun terakhir setelah program panel tenaga surya masuk ke dusun tersebut.
Hanya saja tidak semua rumah dalam kondisi terang benderang kala malam tiba. Masih ada beberapa rumah yang mengandalkan pelita sebagai penerangnya.
Dusun Belatung dihuni 29 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 97 jiwa. Mata pencaharian mereka mengandalkan hasil hutan di sekitar kampung mereka.
Mengumpulkan makanan dan buah dari tengah hutan, berburu, serta berladang seadanya. Sebagian lainnya bekerja sebagai penjaga gua burung wallet dan pendulang emas. Meski kondisinya jauh dari akses dunia luar, namun mereka tetap bertahan.
Proses pemungutan suara di dusun itu terbilang sedikit beda. Kotak suara yang digunakan bukan kotak suara yang disediakan oleh KPU melainkan kardus bekas kemasan mie instan.
Terkait proses pemungutan suara di dusun tersebut Ketua KPU Kabupaten Kapuas Hulu Ahmad Yani mengatakan bahwa sebelumnya pihak KPU sudah melakukan koordinasi dengan Bawaslu Kabupaten Kapuas Hulu.
Selain itu, antara PPK dan Panwascam sudah saling berkoordinasi terkait daerah-daerah sulit di perhuluan Sungai Kapuas, terutama untuk TPS 003 Dusun Belatung.
Menurut Ahmad Yani, untuk Dusun Belatung memang ada pengecualian karena akses menuju dusun tersebut sangat sulit dan tidak memungkinkan untuk membawa kotak suara.
Kendati demikian, proses pemungutan suara di Dusun Belatung sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dan masyarakat Dusun Belatung pun antusias menyambut Pemilu Serentak, karena hal ini adalah pemilu kedua setelah Pilkada 2018 lalu.
Sebelumnya proses pemilu maupun pilkada di dusun itu dilakukan dengan cara perwakilan.
Sumber: Antara Foto (Arief Nugroho)