MOJOKERTO, KOMPAS.com - Viralnya kasus temuan timbunan sampah plastik impor dari luar negeri di Mojokerto segera direspons oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Rabu (19/6/2019), Khofifah bersama jajaran Pemprov Jatim meninjau PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) yang merupakan salah satu pabrik yang mengimpor kertas bekas dari luar negeri sebagai bahan baku kertas, kardus dan sejumlah end product serupa dari pabriknya.
Dalam sidaknya kali itu, Khofifah meninjau langsung dan menyaksikan gunungan pack kertas bekas yang diimpor dari luar negeri.
Ada yang dari Irlandia, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, dan sejumlah negara lain yang mayoritas berasal dari negara-negara Eropa.
Setiap pack gunungan kertas bekas yang ditimbun di belakang pabrik bertuliskan asal daerah pengimpor dan kandungan material di dalamnya.
Seperti berasal dari Inggris, kandungan 95 persen. Artinya 95 persen kandungannya murni kertas bekas. Sedangkan 5 persen yang lain adalah materi non-kertas bekas. Bisa berupa plastik, besi, dan material lain yang bisa jadi menjadi komponen dari produk kertas sebelum menjadi sampah.
Dalam kesempatan itu, Khofifah mengatakan, mengimpor kertas bekas sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 31 Tahun 2016 dan berdasarkan Konvensi Basel itu dibolehkan.
"Berdasarkan Permendag No 31 Tahun 2016 itu sah, dibolehkan. Yang saat ini menjadi masalah adalah material ikutannya. Di mana ada yang mengandung plastik, bahkan ada temuan yang mengandung limbah B3," kata Khofifah.
Namun dalam Permendag itu ada yang menjadi kelemahan dan multitafsir. Di aturan itu disebutkan, industri bisa mengimpor kertas bekas, dan lain lain. Itu yang menjadi multitafsir.
Selain itu, jika tidak menggunakan impor kertas bekas, maka pilihannya bagi pabrik kertas bekas adalah menggunakan pulp kayu yang justru akan mengancam keberlangsungan hutan Indonesia.
Maka, kedatangannya ke Pakerin itu, Khofifah ingin mendapatkan konfirmasi terkait impor waste paper yang digunakan. Terutama lantaran ada sejumlah informasi yang menyebut bahwa material ikutan dari impor kertas bekas berupa sampah plastik mencapai 30 persen.
Ternyata, dari kunjungan ini tidak terbukti ada kandungan material ikutan berupa plastik impor maupun limbah B3. Bahkan pihak pabrik juga sudah menyediakan inchenerator yang bisa memecah dan meleburkan kandungan non kertas.
"Kedatangan kita ke Pakerin ingin mengajak komitmen bersama bagaimana industri kertas bisa berjalan baik tapi tetap memberi daya dukung pada alam," kata Khofifah.
Pabrik kertas Pakerin membutuhkan 1500 ton kertas per hari. Jika mengandalkan kertas bekas dari sampah lokal yang dikumpulkan oleh pemulung tentu saja tidak cukup sehingga butuh didatangkan dari luar negeri.
Namun dalam kunjungannya kali ini Khofifah ingin memgetahui bagaimana kertas bekas itu diolah, dan bagaimana proses pengolahan limbahnya.
"Silahkan impor kertas bekas. Tapi ikutannya, seperti plastik, apalagi B3 kita harus cari solusinya harus diapakan. Ini untuk semua industri yang mengimpor waste paper. Pastikan negara importirnya, harus dicek kalau memang ada kandungan plastik atau B3, berdasarkan konvensi Basel itu bisa dikembalikan ke negara asalnya," tegas Khofifah.
Sejauh ini, sampah ikutan non-kertas bekas yang menjadi ikutan dalam impor waste paper di Pakerin justru ditampung warga. Dan dipilah guna dijual kembali sebagai bahan baku industri pabrik tahu.
Sejauh ini, sampah ikutan non-kertas bekas yang menjadi ikutan dalam impor waste paper di Pakerin justru ditampung warga. Dan dipilah guna dijual kembali sebagai bahan baku industri pabrik tahu.