- “Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda, yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.” -
Penggalan puisi Beri Daku Sumba karya Taufik Ismail menggambarkan betapa kuda Sandalwood cukup lekat dengan kehidupan masyarakat Sumba.
Bagi masyarakat Sumba, kuda, bukan sekadar tunggangan. Kuda juga dianggap sebagai anggota keluarga dalam masyarakat Sumba.
Dikandangkan di bawah rumah inti, dimandikan, diberi makanan yang baik, dan dijadikan simbol harga diri dan kebanggaan.
Meskipun tergolong kuda pony, karena ketangguhannya, kuda Sumba juga digunakan sebagai kuda pacu.
Nama Sandalwood sendiri tak lepas dari kayu cendana yang menjadi komoditas ekspor dari Pulau Sumba.
Kemarin, sebanyak 210 ekor kuda mengikuti Parade Kuda Sandalwood di Savannah Puru Kambera, Kanantang, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (12/7/2019).
Masyarakat dari Kecamatan Waingapu, Kambera, Pandawai, Kanatang, serta Haharu datang berpartisipasi dalam parade ini.
Suasana menjadi hiruk pikuk dengan kehadiran delegasi asal Kecamatan Pandawai. Mereka menampilkan tema Peristiwa Penguburan Raja.
Kecamatan Pandawai tampil lengkap dengan beragam piranti upacara. Mereka juga merekonstruksi prosesinya. Tampilan itu lengkap dengan simulasi pengorbanan berupa kuda dan hambanya.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, bila raja meninggal harus disertai dengan kuda dan seorang hamba. Masyarakat setempat percaya, kuda dan hamba itu menjadi pendamping sang raja di alam baka.
Suasana kian meriah, saat perwakilan dari Haharu menampilkan simulasi Tradisi Berburu Masyarakat Bumi Merapu.
Mereka menaiki kuda lengkap dengan beragam peralatan berburu, seperti tombak. Biasanya masyarakat setempat berburu babi dan rusa.
Tradisi ini sudah dijalankan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Apalagi, Haharu dipercaya sebagai lokasi pendaratan nenek moyang mereka di Sumba.
Tema berbeda disajikan utusan Kecamatan Kanatang. Mereka menampilkan simulasi Perang, lengkap dengan tombak dan perisai.
Tema tersebut menjadi simbol masyarakat Bumi Merapu siap mempertahankan tanahnya dari cengkeraman penjajah. Tema serupa juga ditampilkan delegasi dari Waingapu.
Sementaraitu, prosesi meminang (Purru Ngadi) disajikan delegasi asal Pandawai. Aktivitas ini melibatkan 2 keluarga besar dari pihak mempelai putra dan putri. Saat meminang, keluarga mempelai lelaki membawa beragam barang-barang hantaran.
Selanjutnya, delegasi Pandawai menampilkan prosesi membawa pengantin wanita atau Plai Ngandi Tau. KP