GROBOGAN, KOMPAS.com - Seketika tubuh Wahyu Indyaningrum (35) lemas hingga dadanya sesak saat mendengar kabar jika gaji suaminya dipotong oleh perusahaannya di Jakarta menyusul pandemi virus Corona (Covid-19).
Bahkan atas kebijakan pemerintah, suaminya itu terpaksa tak bisa pulang ke pelukannya di Desa Tunggulrejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah saat lebaran kali ini.
Sebagai Guru Honorer dengan gaji yang jauh dari kata layak, kabar dari suaminya yang tak lagi bisa mengirim uang itu dirasa menambah beban hidup.
Selama belasan tahun mengajar di salah satu TK di Grobogan, Wahyu hanya menerima bayaran Rp 200.000 dalam sebulan.
"Uang sebesar itu mana cukup untuk hidup, apalagi saya punya anak satu. Apalagi suami saya yang hanya pekerja kecil tak lagi bisa kirim uang," tutur Wahyu saat ditemui Kompas.com, Selasa (12/5/2020) siang.
Pandemi virus Corona sejatinya tak hanya mengancam kesehatan, namun juga merusak sisi perekonomian masyarakat.
Rekan seprofesi Wahyu yang juga Guru Honorer di salah satu TK di Grobogan yakni Setyowati (43), juga mengeluhkan hal yang sama. Namun, Ibu dua anak ini nasibnya lebih ironis karena suaminya sudah lama meninggal dunia.
Meski Setyowati menerima bayaran lebih besar ketimbang Wahyu, namun gaji Rp 600.000 per bulan yang diterimanya itu masih jauh dari kata layak untuk kepala rumah tangga yang harus membiayai kedua anaknya.
Terlebih lagi saat ini di tengah pandemi virus Corona, orangtua serta saudara Setyowati yang biasa ikut membantu menunjang hidupnya juga mengalami kesulitan finansial.
"Kami hanya berdoa semoga gaji guru honorer seperti kami lebih diperhatikan," ujar Setyowati, warga Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Grobogan ini.
Lukis dinding
Mau tak mau, kedua teman seperjuangan sesama tenaga pendidik ini harus memutar otak untuk mencari tambahan penghasilan. Mereka tak mau hanya berpangku tangan, berpasrah diri kepada nasib yang tak menentu.
Kedua wanita berhijab yang memiliki kesamaan hobi menggambar ini kemudian nekat beradu peruntungan dengan berbisnis jasa melukis dinding.
Untuk memperkuat usaha ini, keduanya pun menggandeng rekan baiknya, Dian ekowati (41), warga Desa Tunggulrejo, seorang Guru di salah satu SD di Grobogan yang juga gemar menggambar.
"Kami sama-sama suka menggambar dan sering bertemu di setiap kesempatan," kata Setyowati.
Banyak pesanan
Semula dua bulan lalu mereka bertiga iseng melukis salah satu bangunan TK di wilayah Kecamatan Gabus. Setelah rampung, hasil karyanya itu kemudian diunggah di media sosial hingga pesan berantai WhatsApp.
Di luar dugaan, saat itu pula mereka pun mulai banjir pesanan.
Mereka yang serius merintis usaha jasa melukis dinding itu pun membanderol tarif Rp 50 ribu per meter persegi. Sementara untuk motifnya tergantung permintaan.
"Kami kerjakan pesanan saat rampung mengajar, karena meski pandemi corona, setiap hari kami masih mengajar online," sambung Dian.
Pagi ini ketiga guru itu berjibaku merampungkan garapan melukis bangunan TK Pertiwi Sulursari. Segala peralatan melukis dinding, baik itu kuas hingga cat sudah dipersiapkan sejak kemarin.
Ketiganya mengangkut perkakas itu dengan keranjang bambu yang dipasang di atas jok motor.
Meski tengah menjalani ibadah puasa, ketiga wanita itu terlihat bersemangat mulai sejak pagi hingga terik matahari menyengat tubuh.
Ketiganya begitu cekatan menyelesaikan lukisan demi lukisan bertema "pengetahuan anak-anak" itu mulai dari gambar binatang dan alam.
Sebelum melukis, mereka terlebih dahulu membuat sketsa menggunakan kapur.
Menariknya, setiap sketsa itu dibereskannya hanya dalam hitungan setengah menit.
Proses melukis dengan beragam warna itu mengalir saja tanpa jeda untuk berpikir selayaknya profesional. Sesekali mereka pun asyik bersenda gurau untuk menghilangkan penat.
"Paling susah itu melukis bagian atas, kami harus mendongakkan kepala dan harus menggunakan alat bantu seperti tangga, atau kursi dan meja," ujar Setyowati.
Tanpa terasa waktu sudah siang menunjukkan pukul 14.00 WIB. Tangan-tangan halus para guru itu pun kian belepotan seiring juga dengan lukisan dinding yang hampir tuntas itu.
"Kami harus pulang untuk mempersiapkan menu berbuka puasa. Kekurangannya 10 persen akan kami selesaikan di waktu luang sehabis mengajar. Di bangunan TK ini, kami menggambar sekaligus mengedukasi kepada anak-anak," kata Setyowati.
Siapa sangka lukisan dinding di bangunan TK Pertiwi Sulursari yang dikerjakan oleh ketiga guru ini cukup memanjakan mata. Hasil jerih payah dari karya mereka lumayan berkelas dan layak diperhitungkan.
"Hari ini adalah kedua kalinya kami datang ke TK ini. Insyaallah untuk ketiga kalinya nanti sudah selesai lukisan kami," ungkap Setyowati.
Selama dua bulan ini, mereka sudah menyelesaikan 20 pesanan lukisan dinding. Entah itu untuk bangunan sekolah maupun bangunan rumah.
"Pernah kami selesaikan lukisan bangunan TK dan dibayar Rp 5 juta. Alhamdulilah dari melukis dinding kami punya bisa menyambung hidup. Sebenarnya banyak pesanan luar kota baik di Tegal, Pati dan Semarang, tapi karena situasi pandemi Corona sehingga tertunda," pungkas Wahyu.