Fotojurnalis KOMPAS.com pada Sabtu, 30 Oktober 2021 berkesempatan mengikuti Umar Papalia ke perairan laut seram untuk mencari ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dengan alat tangkap pancing ulur.
Perjalanan dimulai jam 3 subuh, saat cuaca masih gelap kami bertolak dengan perahu-perahu berukuran kecil, rata-rata hanya satu nelayan di tiap perahu berbobot 1-2 gross ton (GT), Fokus pertama yang dicari Umar ialah kawanan lumba-lumba.
"Lumba itu katong (kita) cari dulu sampai ketemu, jika ada gerombolan lumba-lumba, di situ pasti ada ikan tuna,” kata Umar Papalia. Pengetahuan itu pula yang sudah diwariskan secara turun-temurun.
Perjalanan dari pesisir pantai Baratu menuju ke daerah penangkapan yang berada pada wilayah pengelolaan perikanan 715 (Laut Seram) mencapai 10 - 20 mil laut bahkan lebih, saat itu cuaca sedang bersahabat, langit cerah dan ombak terlihat teduh.
Tepat di pukul 8 pagi, pancingan Umar yang berisi cumi dimakan oleh seekor ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna), dengan bergegas Umar menarik senar pancingan secara perlahan-lahan yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit.
Panas matahari sudah mulai berasa saat Umar masih berjibaku dengan sinar pancingannya, yaitu menarik seekor ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) di kedalaman 100 meter.
Alhasil seekor ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) berhasil ditarik dan dipindahkan ke dalam perahu, tidak tanggung-tanggung berat ikan tuna yaitu 105 Kg.
"ini adalah tangkapan ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) yang paling besar ukurannya di desa kami, yaitu Desa Waepure", ucap Umar Papalia saat mengangkat ikan tuna di dalam kapalnya.
Cara mereka menangkap pada umumnya dengan memancing sehingga lebih ramah lingkungan. Lokasinya di Laut Seram yang berada di sisi utara Pulau Buru. Seperti halnya Umar, para nelayan itu melaut hanya dalam hitungan jam, antara 10 sampai 12 jam.
Ikan tuna di Pulau Buru dihasilkan oleh nelayan-nelayan kecil semacam Umar maupun nelayan lain di Desa Waepure. Mereka menjualnya melalui pemasok yang oleh nelayan setempat biasa disebut supplier. Sebagian besar nelayan kecil tergantung pada pemasok tidak hanya dalam penjualan hasil tangkapan tetapi juga dalam operasional.
Dari nelayan kecil semacam Umar lalu ke pengepul, ikan tuna dari Pulau Buru kemudian akan diolah lagi sebelum kemudian diekspor ke Amerika Serikat, Eropa dan Asia. Mereka merupakan bagian dari rantai panjang perikanan dari laut hingga meja makan.
Program perbaikan perikanan MSC
Marine Stewardship Council (MSC) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI) terus mengembangkan Program Perbaikan Perikanan di Indonesia atau FisheriesImprovement Project (FIP).
Hal ini diwujudkan melalui sinergi kerjasama antara KKP, Pemerintah Provinsi Maluku, serta mitra pelaksana perbaikan perikanan yang dikhususkan mendukung percepatan penyusunan Harvest Strategy perikanan di kepulauan Indonesia.
Pada tahun 2019, MSC menandatangani MoU dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bekerja di 5 wilayah kerja, MoU dengan Dinas Perikanan Provinsi Maluku juga pada akhir 2019.
MSC memberikan pelatihan peningkatan kapasitas bagi anggota asosiasi dan pemangku kepentingan untuk mendorong dan memberikan pemahaman yang tepat mengenai teknis perikanan berkelanjutan, baik perikanan maupun Rantai Pengawasan.
Kegiatan juga mencakup dan memfasilitasi rapat koordinasi untuk pertemuan dalam membangun pemahaman di antara para pemangku kepentingan mengenai kemajuan FIP nasional dengan memberikan para pemangku kepentingan kerangka kerja menuju perbaikan.
Selaras dengan teori perubahan yang menyadari peranan semua pihak dalam upaya perbaikan perikanan termasuk konsumen seafood, MSC mendorong publikasi resep olahan ikan dari berbagai negara, salah satunya melalui buku Resep Blue Cookbook: Kumpulan Resep Kuliner Global MSC.
Masakan berbahan produk berkelanjutan yang dipublikasikan tidak hanya menawarkan kelezatan tetapi juga kaya gizi dan sehat, baik bagi manusia dan alamnya.
Perjalanan perbaikan perikanan tuna sirip kuning Buru
Nelayan perikanan Buru telah bergerak menuju keberlanjutan lebih dari delapan tahun terakhir bersama mitranya Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), organisasi nasional yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat nelayan demi mencapai keberlanjutan.
Perjalanan nelayan bersama mitranya berupaya untuk mendukung nelayan pancing ulur tuna sirip kuning dalam mencapai sertifikasi MSC.
Perjalanan panjang akhirnya membuahkan hasil maksimal ketika nelayan skala kecil yang beroperasi dengan armada kapal berkapasitas satu atau dua orang menggunakan pancing ulur ini berhasil menunjukkan praktik keberlanjutannya terhadap standar global MSC.
Perikanan tuna Serikat Nelayan Fair Trade Pulau Buru Utara Maluku pada bulan Mei 2020 menjadi perikanan tuna sirip kuning pancing ulur pertama di dunia dan perikanan kedua di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi perikanan MSC.
Perikanan di Buru, Provinsi Maluku telah menjalankan program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Project) sejak April 2013 dan tersertifikasi menurut standar perikanan tangkap Fair Trade USA sejak Oktober 2014. Perikanan ini terdiri dari 123 nelayan yang teroganisir dalam 9 serikat Fair Trade.