KOMPAS.com - Badan pengungsi PBB UNHCR pada Kamis (3/3/2022) mengatakan, invasi Rusia sejak seminggu yang lalu menimbulkan satu juta pengungsi dari Ukraina.
UNHCR juga memperingatkan, akan ada jutaan pengungsi lainnya lagi jika konflik Rusia Ukraina tidak segera berakhir.
"Hanya dalam tujuh hari kami menyaksikan eksodus satu juta pengungsi dari Ukraina ke negara-negara tetangga," tulis kepala UNHCR Filippo Grandi di Twitter.
"Jika konflik tidak segera diakhiri, jutaan orang kemungkinan besar akan terpaksa mengungsi dari Ukraina," Grandi memperingatkan.
Menurut data UNHCR yang sering diperbarui, 1.002.860 pengungsi kini telah meninggalkan Ukraina sejak Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh pada 24 Februari.
Grandi mengatakan, jumlahnya meningkat dengan kecepatan luar biasa.
"Saya sudah bekerja dalam keadaan darurat pengungsi selama hampir 40 tahun, dan jarang saya melihat eksodus secepat ini," katanya.
"Jam demi jam, menit demi menit, semakin banyak orang yang melarikan diri dari realitas kekerasan yang mengerikan," lanjutnya dikutip dari AFP.
Separuh lebih pengungsi Ukraina menyeberang ke negara-negara tetangga di Polandia. Hongaria, Moldova, dan Slovakia juga menerima banyak pengungsi.
UNHCR mengatakan, lebih dari 505.500 orang meninggalkan Ukraina ke Polandia dalam seminggu terakhir.
Penjaga perbatasan Polandia menyebutkan angka lebih dari 575.000 pada Kamis pagi, dan pada Rabu (2/3/2022) saja ada 95.000 orang yang mengungsi.
Akan tetapi, banyak juga orang yang menjadi pengungsi internal di dalam Ukraina.
Grandi berujar, staf UNHCR dan lembaga kemanusiaan lainnya bekerja di mana dan kapan pun mereka bisa dalam kondisi yang menakutkan di dalam Ukraina.
"Staf kami tetap tinggal, bahkan dengan risiko besar, karena kami tahu kebutuhan di negara ini sangat besar," ucapnya.
Ia juga memuji tanggapan luar biasa dari para pemerintah dan masyarakat lokal di negara-negara sekitarnya yang telah menerima lebih dari satu juta pengungsi Ukraina.
"Solidaritas internasional menghangatkan hati," katanya.
"Tapi tidak ada, tidak ada, yang dapat menggantikan kebutuhan akan senjata untuk dibungkam; agar dialog dan diplomasi berhasil. Perdamaian adalah satu-satunya cara untuk menghentikan tragedi ini," pungkasnya.
Pasukan Rusia terus mengepung dan menyerang kota-kota Ukraina, termasuk Mariupol, pelabuhan utama di timur yang telah dibombardir berat, tanpa air atau listrik.