BANDUNG, KOMPAS.com - Peringati Hari Bumi Sedunia, Bongkeng Arts Space menggelar seni pertunjukan bertajuk "Air dan Tanah" yang digelar di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Dago Pakar, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/4/2022).
Berdasarkan pantauan, seniman Bongkeng Arts yang terdiri dari Mohamad Adi Kurniadi, Aldi Rustandi, Ridwan Zaenal Mutakin, Aritha Maulidah Meindahyeni, Ratih Nurcahyani, Ghasanni Ashabul Jannah Yadiyatullah, dan Mahaika Umiyati Putri Sabana, lima anak muda ini merespon lingkungan alam sekitar Tahura dalam menyampaikan pesan peringatan hari bumi ini.
Beberapa elemen alam seperti pohon pinus, tanah, rerumputan, dahan, tebangan pohon, hingga air menjadi elemen penting yang dilibatkan dalam seni pertunjukan ini. Para seniman muda itu pun menggunakan kendi hingga kain putih dalam memainkan gerakan-gerakanya.
Semua elemen itu digabungkan dalam satu gerakan yang bermuara pada satu kehidupan yang disimbolkan dengan sebuah bibit pohon.
"Tema Hari Bumi kali ini “Invest in Our Planet” dan “Groundwater-Making the Invisible Visible” yang diartikan Investasi pada planet yang kita cintai dan membuat air tanah dari tak terlihat menjadi terlihat merupakan sebuah makna nya," ucap Ketua Bongkeng Art Space Deden Bulenk disela pertunjukan, Jumat (22/4/2022).
Dikatakan, Seni pertunjukan atau performance art 'Air dan Tanah' ini sebagai implementasi pada proses alami bagaimana kita manusia menjaga dan merawat bumi. "Semua masyarakat yang ada di bumi membutuhkan bumi yang sehat untuk mendukung pekerjaan, mata pencaharian, kesehatan dan keberlangsungan hidup," ucapnya.
Masyarakat adat menurutnya memiliki nilai-nilai kearifan sesuai dengan alam yang patut ditiru, seperti halnya bagaimana jumlah minoritas masyarakat adat berinteraksi dengan alam.
"Meski terlihatnya pasif, sebetulnya semua kebutuhan hidup masyarakat adat terpenuhi secara berkelanjutan, meskipun tidak mewah seperti mayoritas orang pada umumnya. Mereka memiliki dampak yang besar dalam menjaga bumi kita untuk kepentingan yang lebih luas," ujarnya.
Deden mengajak sejenak untuk merenungkan semua yang telah kita perbuat terhadap bumi dan lingkungan kita. Bagaimana kemajuan teknologi yang tidak digunakan dengan bijak ternyata juga bisa berdampak negatif bagi lingkungan.
"Kita semakin rakus “memakan” isi bumi. Berlomba-lomba membuat bumi “menangis”. Bumi telah memberikan segalanya bagi kita, lantas apa yang kita berikan untuk bumi kita?," tuturnya.
Deden melihat bahwa pandemi covid ini barangkali menjadi cara bumi menyentil manusia, mengingatkan akan segala perbuatan yang kita lakukan. "Di masa pandemi ini kita dipaksa untuk berdiam diri di rumah. Pemerintah setiap saat menganjurkan untuk tetap dirumah. Bekerja dari rumah dan lain sebagainya. Momentum ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk kembali membuat bumi tersenyum," ujarnya.
Ia berharap, dengan adanya peringatan Hari Bumi Sedunia Tahun 2022 ini, masyarakat Indonesia khususnya kota Bandung dapat lebih menghargai lingkungan sekitarnya, dengan tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah, tidak membuang sampah sembarangan, menghemat air sesuai keperluan, serta meningkatkan kesadaran publik untuk menjaga lingkungan bumi tempat kita hidup ini.
"Alam semesta merupakan rumah kita oleh karena itu kita harus menjaga dan merawatnya dengan baik, alam semesta telah memberikan kehidupan untuk kita semua, dan kita harus sadar bahwa kita merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan," tutupnya.