KOMPAS.com - Pagi itu, sejumlah pria dengan peralatan lengkap bersiap memasuki belantara Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatra Selatan. Mereka adalah anggota tim Smart Patrol dari Lingkar Inisiatif yang akan menyusuri lebatnya hutan mencari jerat kawat yang dipasang pemburu harimau.
Di antara anggota tim itu, nampak seorang pria tanpa mengenakan sepatu atau sendal berjalan dengan santai melewati medan yang terjal. Dia adalah Mawi, seorang mantan pemburu harimau yang sudah tobat. Mawi sekarang membantu tim Smart Patrol melacak perangkap yang dipasang pemburu harimau di TNKS wilayah III Sumatera Selatan-Bengkulu.
Pria berusia 74 tahun tersebut telah hapal seluruh medan hutan kawasan TNKS. Bisa dibilang hutan adalah rumah keduanya. Dulu, dia menghabiskan berbulan-bulan hidup di hutan untuk berburu.
Mawi bercerita ia menjadi pemburu harimau karena terpaksa dan tak ada pilihan lain karena harus menghidupi keluarganya. Anak dan istrinya harus diberikan nafkah sementara ia tak memiliki ladang atau kebun bahkan pekerjaan tetap.
Kakek dengan 11 cucu itu menjadi pemburu Harimau Sumatra sejak tahun 1974. Dalam berburu, Mawi hanya berbekal satu korek api berbahan bakar minyak lampu serta sebilah pisau kecil. Untuk menjerat raja rimba, Mawi menggunakan seling baja yang dipasang pada jalur lintasan Harimau.
Mawi mengaku, sudah ratusan Harimau yang ia tangkap sejak menjadi pemburu. Bila mendapatkan harimau, kemudian ia jual kepada pengepul seharga Rp 25 juta. Harga itu cukup murah dibandingkan resiko bertarung nyawa dan hidup berbulan-bulan di dalam hutan.
“Terakhir saya jual 4 tahun lalu (2018). Kalau dulu pertama jual tahun 1974, harganya Rp 25 ribu, kalau sekarang mungkin sudah sampai Rp 80 juta,”jelas Mawi.
Namun, kini semua berubah. Mawi telah memilih meninggalkan perbuatan kejinya memburu harimau. Sejak tahun 2019 yang lalu, ia berjanji untuk bertobat dan menghentikan aktivitas berburunya.
"Saya bersumpah atas nama Tuhan dan Nabi tidak akan berburu harimau lagi," kata Mawi.
Di tahun tersebut, Mawi mengubah profesi sebagai petani madu sialang. Pendampingan yang dilakukan oleh Lingkar Inisiatif yang merupakan organisasi yang bergerak dibidang pemerhati kejahatan satwa liar membuat Mawi kini dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Kondisi tersebut kini membuat perekonimian Mawi cukup untuk menghidupi keluarganya. Bahkan, ia berhasil mengajak sembilan orang pemburu lainnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa.
“Sudah ada sembilan pemburuh yang ikut Kak Mawi menghentikan aktivitas mereka. Karena memang, Mawi ini adalah pemburuh yang disegani oleh pemburu lain di Kawasan Musi Rawas (Mura) dan Musi Rawas Utara (Muratara), setelah dilakukan pendekatan mereka juga akhirnya bertobat dan tak lagi berburu Harimau,” kata Direktur Lingkar Inisiatif Iswadi
Tak hanya membuat sembilan orang pemburu bertobat, Mawi pun ikut dalam tim Smart Patrol dari Lingkar Inisiatif untuk menjelajahi kawasan hutan TNKS mencari jerat yang telah dipasang para pemburu.
Pendekatan secara persuasif yang dilakukan Lingkar Inisiatif ini mendapat apresiasi dari Kepala Bidang Pengelolaan TNKS Wilayah III Sumatera Selatan-Bengkulu, Zainudin. Ia mengatakan bahwa pendekatan seperti ini merupakan program berat karena harus merangkul para pemburu.
“Datuk Mawi sekarang ini berubah 360 derajat. Itu orang bisa berbulan-bulan tidak pulang, sekarang malah dia siap mendampingi kita patrol berminggu-minggu di dalam hutan dan memberitahu (lokasi jerat). Bahkan dia siap menjadi yang terdepan kalau ada pelaku baru pemasang jerat baru. Ini sangat luar biasa untuk penyelamatan di TNKS,”jelasnya.
Populasi Harimau Sumatra diperkirakan tersisa sekitar 400-600 ekor yang tersebar di dalam 23 lanskap di pulau Sumatera, sedangkan untuk wilayah bidang tiga Balai Besar TNKS, berdasarkan dari temuan tim patroli serta pantauan kamera trap populasi Harimau Sumatera saat ini diperkirakan tinggal 30 ekor.