KOMPAS.com - Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengangkat barang bukti kulit harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) hasil sitaan sebelum proses pengukuran di kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Seksi Wilayah 1 Medan, Pos Gakkum Provinsi Aceh, Banda Aceh, Aceh, Jumat (27/5/2022).
Barang bukti kulit harimau tersebut merupakan hasil sitaan petugas Balai Gakkum KLHK bersama Kepolisian Polda Aceh saat operasi peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di SPBU Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah pada Selasa (24/5/2022) lalu.
Petugas berhasil mengamankan dua terduga pelaku salah satunya mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Penangkapan dilakukan oleh Tim Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul Seksi Wilayah I Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera yang dibantu oleh Polda Aceh.
Dikutip dari Serambinews.com keduanya ditangkap oleh petugas di SPBU Pondok Baru Kecamatan Bandar, Bener Meriah.
Dalam penangkapan itu, petugas berhasil mengamankan bagian-bagian satwa yang dilindungi berupa kulit harimau beserta tulang belulangnya tanpa gigi taring.
Belakangan, Serambi memperoleh informasi, Ahmadi dan satu orang lainnya tidak ditahan.
Usai diperiksa di Banda Aceh, mereka berdua dibebaskan tetapi dikenakan wajib lapor kepada penyidik di Kantor Pos Gakkum Aceh.
Seperti diketahui, Ahmadi sebelumnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tindak pidana korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), yang berkaitan juga dengan perkara yang menjerat Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh saat itu.
Ahmadi bebas pada 5 Juli 2021 lalu.
Sorot Gakkum
Terkait kasus tersebut, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh, Ahmad Shalihin meminta Balai Gakkum KLHK agar transparan dan terbuka ke publik.
Keterbukaan itu penting agar publik dapat melihat kebenaran bahwa selama ini ada mafia perdagangan satwa dilindungi di Aceh.
Termasuk juga menjadi bukti bahwa penegak hukum tidak tebang pilih dalam menegakkan hukum, siapapun yang bersalah akan berhadapan dengan hukum.
"Balai Gakkum KLHK agar transparan.
Segera ungkap siapa dalang utama perdagangan satwa liar yang sangat dilindungi ini.
Selain itu harus ada upaya konkret mengungkap mata rantai peredaran satwa liar di Aceh," katanya.
Dia mengapresiasi kinerja penegak hukum karena kasus ini bisa menjadi jalan masuk untuk membongkar mafia perdagangan satwa dilindungi.
Tetapi dia juga meminta Gakkum KLHK agar mampu mengungkap aktor utamanya.
“Bila pelaku utama tidak ditangkap, dikhawatirkan kasus yang sama akan berulang kembali dan kejahatan terhadap satwa dilindungi akan terus terjadi,” tegas Shalihin.
Sementara itu, Manager Program Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), Missi Muizzan ST menyoroti atas dibebaskannya Ahmadi dan seorang terduga lainnya.
Keputusan itu menurut dia, menimbulkan prasangka publik atas profesionalitas Gakkum KLHK Wilayah Sumatera.
“Tentu tindakan ini menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan bagi publik, atas dasar apa kedua terduga dapat dilepaskan? Bukannya ketika dilakukan penangkapan juga ditemukan barang bukti berupa kulit dan tulang belulang satwa liar harimau sumatera dari kedua terduga tersebut?” kata Missi.
“Lalu, jika kedua terduga telah dilepas bagaimana dengan kedudukan barang bukti yang telah berada di tangan balai Gakkum Wilayah Sumatera? LSGK mempertanyakan secara tegas atas keseriusan dan komitmen penegakan hukum terhadap kedua terduga,” protes Missi.
LSGK berharap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dapat memberikan dukungan dalam penanganan kasus ini sehingga kasus tersebut bisa terungkap dan menangkap pelakunya.
“Apabila Balai Gakkum Wilayah Sumatera tidak mampu menangani perkara tersebut maka perkara ini bisa diambilalih oleh Kepolisian Daerah Aceh maupun oleh pihak Mabes Polri,” pungkas dia.
Missi menambahkan, LSGK yakin tim dari Balai Gakkum Wilayah Sumatera telah memiliki bukti permulaan yang cukup sehingga kedua terduga dilakukan penangkapan dan kemudian diboyong ke Banda Aceh untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.