YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Diperbolehkannya mudik pada tahun ini membuat nafas pedagang di Pasar Beringharjo lega. Pembatasan selama dua tahun saat pandemi Covid-19 cukup menghantam sendi perekonomian para pedagang.
Pasar Beringharjo, dijejali pemudik dan wisatawan pada libur Lebaran tahun ini. Riuh pedagang dan pembeli saling tawar menawar harga kembali berkumandang, setelah dua tahun pembatasan kegiatan masyarakat diberlakukan.
Pintu masuk Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat (6/5/2022) siang sudah penuh dengan wisatwan yang berbelanja. Berbagai jenis buah tangan bermotif batik mejadi sasaran para wisatawan. Kaos batik, kain batik, dan daster batik beberapa contoh yang diburu oleh para pelancong kali ini.
Seperti yang dialami Riyanti (57) seorang pedagang batik yang sudah berjualan di Pasar Beringharjo selama 32 tahun. Ia mengaku untuk musim libur kali ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan musim libur sebelumnya terutama saat diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat.
"Alhamdulillah, sudah ada kemajuan lebih mending daripada kemarin. Kalau dibandi gkan sebelum pandemi ya masih jauh," katanya ditemui di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (6/5/2022).
Saat musim libur seperti saat ini ia tidak bisa merinci berapa tiap harinya ia menjual souvenir batik.Â
"Nggak ada 100 potong, tetapi lebih dari 50 potong," kata dia.
Batik yang dia jual bermacam-macam rentan harganya yang paling terjangkau ada dikisaran Rp 25.000 hingga Rp 35.000, jika bahan lebih bagus harganya Rp 65.000.Â
"Jual macam-macam ada daster, sprei, dan kain. Kalau daster Rp 25.000 sampai Rp 35.000 kalau bahan lebih halus ya Rp 65.000," kata dia.
Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro telah direlokasi di Teras Malioboro Satu dan dua. Di mana Teras Malioboro Satu berlokasi di seberang Pasar Beringharjo.Â
Riyanti, mengatakan dirinya tidak mempermasalahkan PKL Malioboro direlokasi dekat Pasar Beringharjo. Ia berharap pedagang di Teras Malioboro Satu dan Pasar Beringharjo tetap mendapatkan pembeli dan sama-sama laris saat waktu liburan datang.
"Doanya sama-sama laku, ya di Teras Malioboro ya di Pasar Beringharjo," kata dia.
Hal serupa juga dialami oleh Rini (63) pemilik Los Batik Hendro. Lapak warisan dari mertuanya ini baru ia gunakan berjualan selama 5 tahun. Ia pindah ke pasar Beringharjo setelah suaminya pensiun sekaligus menjadi penerus los batik Hendro.
Ia mengaku saat ini sudah banyak wisatawan yang datang saat menjelang libur Lebaran tahun ini.Â
"Sekarang meningkat 100 persen, dulu susah cari pembeli. Sebelum hari H Lebaran sudah banyak pengunjung, bahkan ada yang buka sampai jam 21.00. Kalau saya cuma sampai jam 16.00," kata dia.
Rini menjual berbagai macam kain batik dengan harga yang terjangkau. Ia menjual mulai dari harga Rp 100.000 dapat 3 buah kain hingga Rp 200.000 satu buah.
"Ini kain batik printing," katanya.
Ia bercerita saat awal pandemi dengan berbagai macam pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan satu orang pembeli saja ia kesulitan.Â
"Dua tahun itu kaya vakum, dulu laku satu dua habis buat makan," kata dia.
Sementara itu salah satu wisatawan Sri Wahyuni asal Bekasi mengatakan sebenarnya ia mudik ke Jepara, Jawa Tengah. Karena, cuti lebaran kali ini cukup panjang, waktu libur ia manfaatkan bersama keluarga berwisata ke Kota Yogyakarta, salah satunya di Pasar Beringharjo untuk berbelanja.
"Ke Beringharjo karena sudah terkenal jualan banyak dan murah-murah. Tadi beli daster-daster batik, kalau 10 saja ada ini," ungkap dia.
Saat berbelanja di Beringharjo kesan yang ia terima adalah penjual ramah dan harga terjangkau. Walaupun haega dirasa murah di pasar Beringharjo pembeli tetap bisa menawar secara wajar.
"Yang kasih harga ya gak gimana-gimana, standar. Namanya kita beli tetap pengen nawar," kata dia.