KOMPAS.com - Hanya kurang dari tiga bulan sejak mulai merebaknya wabah virus Corona di Indonesia, ramalan ekonomi Tanah Air pun berubah drastis akibat virus penyebab Covid-19 tersebut.
Bank Indonesia (BI) pun telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi di bawah lima persen atau hanya sekitar 2,5 persen saja, dari yang pernah tumbuh mencapai 5,02 persen.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia cukup terhantam dengan penyebaran Covid-19, bukan hanya pada sektor kesehatan manusia, namun juga telah mengganggu kesehatan ekonomi global.
Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa mencapai minus 0,4 persen.
Hal itu dapat terjadi karena perpaduan gejolak pada aspek kesehatan yang merembet ke sektor ekonomi serta sebagian besar aktivitas ekonomi terhenti demi mencegah penyebaran Covid-19.
Dampaknya telah memukul berbagai sudut ekonomi. Indeks bursa saham rontok, nilai tukar rupiah terperosok dan pelaku UMKM berteriak susah berusaha.
Perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (2/3/2020) sore, ditutup melemah 91,46 poin atau 1,68 persen ke posisi 5.361,25.
IHSG pun telah menyentuh posisi terendahnya sepanjang delapan tahun terakhir di level 3.000.
Untuk membendung meluasnya dampak Covid-19 di pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis beberapa kebijakan, di antaranya trading halt atau pembekuan selama 30 menit jika IHSG turun sebesar lima persen.
Trading halt pertama kali sepanjang sejarah pasar modal Indonesia berlangsung pada Kamis (12/3/2020) dan telah terjadi lima kali sejak itu.
Tidak hanya di pasar modal, virus corona juga membuat nilai tukar rupiah tak berdaya.
Pada Senin (23/3/2020), harga jual dolar Amerika Serikat (AS) di lima bank besar menembus Rp 17 ribu per dolar AS.
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate atau JISDOR menempatkan nilai rupiah di posisi Rp 16.608 per dolar AS.
Pelemahan rupiah menjadi yang terdalam di kawasan Asia. Angka itu juga merupakan yang terendah sejak krisis pada Juli 1998.
Hari berikutnya, rupiah hanya menguat 0,45 persen ke level Rp16.500 per dolar AS.
Tak bisa mengelak, sektor UMKM adalah sektor yang paling pertama terdampak wabah Covid-19 karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh sebagian besar masyarakat.
Kondisi tersebut diperparah dengan kendala impor bahan baku dan barang modal dari China yang menjadi episentrum pandemi.
Kenaikan harga barang ditambah penghasilan yang menurun adalah kombinasi fatal pemukul daya beli.
Pemerintah harus mengantisipasi merosotnya konsumsi yang selama ini jadi penyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Presiden Joko Widodo pun telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada Selasa (31/3/2020).
Perppu tersebut diterbitkan untuk menangani Covid-19 yang dampaknya meluas ke sektor ekonomi dan sosial.
Dalam Perppu tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan agar ada tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk penanganan Covid-19.
Foto dan teks: Antara Foto (Galih Pradipta)