YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Peluncuran Museum Anak Bajang di Dusun Karangkletak, Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman sekaligus memperingati 40 tahun karya tulis Budayawan Sindhunata yakni "Anak Bajang Menggiring Angin".
Sindhunata atau akrab disapa Romo Sindhu mengatakan, selama 40 tahun karya tulisan cerita bersambung yakni Anak Bajang Menggiring Angin yang menjadi simbol seseorang yang selalu mencari kesempurnaan.
Di dalam Museum Anak Bajang ini para seniman memberikan ilustrasi serta menjadikan museum ini sebagai kampus terbuka di mana ide-ide gagasan digodok sebelum melakukan eksekusi.
Salah satu area bernama Sindhu Sekoel didedikasikan untuk mengabadikan karya Romo Sindhu selama menjadi wartawan.
Di mana dirinya mengabadikan peristiwa, mengabadikan orang-orang kecil, hingga mengabadikan seniman-seniman ternama. Sebut saja mendiang dalang kondang Ki Manteb, Gito Gati, hingga mengabadikan para pengrawit.
Penggunaan nama sekoel bukanlah mengacu pada school yang berarti sekolah, tetapi mengacu pada bahasa jawa sekul atau nasi. Berarti membaca adalah kebutuhan sehari-hari seperti manusia Indonesia yang memakan nasi setiap harinya.
"Sindhu sekoel, sekoel itu bukan sekolah tetapi sego (nasi). Membaca itu bagaikan memakan nasi. Seluruh wilayah ini akhirnya jadi museum taman jurnalistik," kata Romo Sindhu saat ditemui di lokasi, Senin (27/9/2021).
Selain menampilkan karya jurnalistik, lukisan, dan patung, museum ini mengangkat pluralisme di Indonesia. Di mana berbagai agama dapat hidup berdampingan di Indonesia.