YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Asep Kamil (53), generasi ketiga penerus usaha Mi Ketandan, mulai beraktivitas memproduksi mi telur sejak pukul 4 pagi.
Pagi buta, ia bersama sang adik, Agus Mulyono, dan adik iparnya mempersiapkan dapur pengolahan mi telur. Dibantu dengan beberapa karyawan, produksi mi dimulai.
Produksi dimulai dari mencampur bahan-bahan mi, menguleni, memasak pada sebuah kompor tungku berukuran sedang, hingga mendinginkan mi.
Mi Ketandan buka sejak pukul 6 pagi hingga pukul 12 siang.
Pelanggannya bermacam-macam, mulai dari ibu rumah tangga yang membeli mi eceran, hingga pengusaha-pengusaha bakmi Jawa di Kota Yogyakarta yang mengambil mi dari hasil produksi Mi Ketandan.
Dapur produksinya tak terlalu besar, dapur ini dipenuhi dengan puluhan sak terigu yang ditumpuk menjadi beberapa bagian.
Dapur juga dipenuhi dengan jejeran jeriken minyak goreng yang diletakkan di samping tumpukan sak terigu.
Sementara tiga karyawan tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, satu orang bertugas untuk merebus adonan mi, dan dua orang lagi bertugas mendinginkan mi.
Mi dari tungku ditiriskan dengan menggunakan nampan berbahan bambu, lalu mulai dilumuri minyak goreng oleh salah satu karyawan, dan didinginkan dengan kipas angin berukuran besar.
Antrean pelanggan sejak pagi
Pelanggan setia Mi Ketandan mulai berdatangan pada pukul 08.30 pagi. Mereka antre untuk dilayani satu per satu.
Asep dan adiknya bertugas membungkus mi pada sebuah plastik. Adiknya terlihat sibuk menimbang mi sesuai dengan pesanan pelanggan, sedangkan adik iparnya bertugas sebagai kasir.
Resep yang digunakan dalam pembuatan mi tetap dipertahankan. Resep turun temurun ini didapat dari sang kakek, perintis pertama Mi Ketandan.
Walaupun sekarang merek tepung yang digunakan berbeda, tapi Asep memastikan mi buatannya tidak menggunakan bahan pengawet sama sekali.
Kendati tanpa papan nama dan lokasinya menyelip di gang depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), para pelanggan tetap setia berdatangan.Â
"Usaha ini dari si mbah, dari tahun 1950-an, sudah generasi ketiga. Kemarin saat pandemi ya (terkena) pengaruh saat PPKM. Itu kan konsumen kita pada jualan malam tutupnya gasik (cepat) ambilnya ya dikurangi," katanya pada Kompas.com, Jumat (4/2/2022).
Habiskan 25 sak tepung terigu per hari
Setiap harinya, dapur ini menghabiskan 25 sak tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan mi. Satu sak tepung terigu seberat 25 kilogram.
"Ada bahan tertentu sudah nggak ada, kita ya ngakali yang hampir sama. Kalau kita bikin kaya dahulu nilai jualnya terlalu tinggi, kalau saingan kalah," katanya.
Satu kilogram mi telur dijual seharga Rp 12.500. Harga ini baru saja naik, imbas naiknya harga minyak goreng di pasaran.
Mau tidak mau Asep harus menaikkan harga untuk menutup ongkos produksinya.
"Minyak goreng naik, gas naik, tepung semua naik. Per kilo kalau untuk bakul Rp 11.500, kalau eceran Rp 12.500. Rata-rata tiap harinya bisa menjual 8 kwintal," kata dia.
Pembeli Mi Ketandan hanya sekitar dari Yogyakarta karena mi buatannya tidak awet lama, sehingga saat beli pelanggan harus segera mengolahnya kembali.
"Ini kan nggak awet, kalau nggak habis ya bisa masukkan kulkas. Bahan-bahan baku nggak pakai pengawet," kata dia.
Saat ini dapur Mi Ketandan sudah menggunakan mesin pengaduk dan pemotong. Asep bercerita sebelum menggunakan mesin, dulunya masih memakai bambu untuk mengaduk dan akan memakan banyak waktu dalam produksi.
"Kalau pakai manual terlalu lama," ucapnya.