MANDALIKA, KOMPAS.com - Setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan Suku Sasak, ribuan masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat, akan tumpah di perairan laut bagian selatan Lombok Tengah, untuk merayakan tradisi Bau Nyale.
Bau Nyale merupakan tradisi turun temurun, yakni menangkap cacing laut di sepanjang pantai bagian selatan Pulau Lombok, di antaranya Pantai Seger, Kute, Tanjung A'an, Molok atau Pantai Pondok Dende.
Cacing laut ini dikenal dengan sebutan nyale, yang dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika, seorang putri cantik yang memilih menceburkan diri ke laut lepas, menghindari peperangan antar-pangeran yang memperebutkan dirinya.
Perayaan tradisi Bau Nyale pada tahun ini jatuh pada 21 dan 22 Februari 2022.
Selasa (22/2/2022) dini hari, sepanjang pantai selatan Pulau Lombok dipadati ribuan warga yang turun ke laut untuk mengambil nyale, sekaligus "menemui" Putri Mandalika yang telah menjelma cacing laut.
Dewi Sinta (24), warga Kuta, mengaku hampir tiap tahun menangkap nyale. Selasa dini hari adalah puncak dari tangkapannya, karena dua hari berturut turut jumlah nyale yang keluar sedikit.
Hari pertama ia hanya mendapat beberapa ekor nyale, hari kedua lumayan tetapi aktivitas menagkap nyale sedikit terganggu karena hujan dan badai.
"Ini kuman tangkapan hari ini, saya bisa bawa pulang, rasanya seperti bertemu Putri Mandalika," kata Dewi sambil membawa satu panci hasil tangkapannya.
Jamal (47), warga Pondok Dende, mengaku sangat senang karena mendapatkan nyale yang lumayan di hari ketiga, setelah acara Bau Nyale virtual yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Lombok Tengah yang juga dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno.
"Ini saya dapat banyak, ini adalah janji Mandalika pada rakyatnya, dia berjanji akan menemui kami di laut pantai selatan, dan memberi harapan pada kami, bahwa jika nyale banyak maka ladang-ladang kami akan subur," katanya.
Hingga fajar menyingsing, warga kembali ke daratan dan membawa nyale pulang untuk dimasak dan dikonsumsi. Nyale diketahui memiliki banyak kandungan gizi dan oleh warga setempat dinilai sebagai santapan yang lezat.Â
Sebelumnya pada Sabtu (19/2/2022) dini hari, hasil tangkapan warga di sejumlah pantai bagian selatan sangat sedikit, banyak warga yang pulang dengan tangan kosong, sementara Minggu (20/2/2022) dini hari, hujan disertai badai menguyur wilayah Kuta, Lombok Tengah.
Penentuan tanggal tradisi Bau Nyale ini sebetulnya telah ditetapkan dan resmi dimulai sejak Sabtu (19/2/2022) dini hari, namun tak banyak nyale yang tertangkap saat itu, hanya beberapa ekor saja, bahkan hingga ke tengah laut.
Minggu (20/2/2022) dini hari disebut-sebut sebagai puncak Bau Nyale, namun hujan badai tiba-tiba melanda. Angin kencang disertai hujan deras terjadi hingga pagi hari.
Namun hal tersebut tak menyurutkan semangat warga menangkap nyale. Laut tetap dipadati ribuan manusia memburu cacing laut meskipun hasil tangkapan sedikit.
Tradisi Bau Nyale adalah bagian dari tradisi masyarakat agraris di Pulau Lombok. Banyak tidaknya nyale yang muncul setiap tahun, diyakini sebagai pertanda akan banyak tidaknya hasil panen para petani.
Jika anda ingin merasakan sesnasi menangkap nyale, datanglah ke Lombok tahun depan dengan cerita yang berbeda.