YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Masjid tertua di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berada di Kotagede, Kota Yogyakarta. Yakni Masjid Gedhe Mataram Kotagede atau Masjid Kotagede.
Masjid berumur kurang lebih 4 abad ini mulai di bangun sejak tahun 1587 oleh Raja Kerajaan Mataram Islam Pertama yakni Panembahan Senopati.
Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini memiliki bangunan yang tergolong unik. Bangunan Masjid merupakan campuran arsitektur pada masa Hindu dan Jawa.
Arsitektur Hindu dapat dilihat dari pagar yang mengelilingi Masjid. Pagar dibangun dengan bata merah dan gerbangnya berbentuk menyerupai Pura.
Sedangkan arsitektur Jawa berda di bangunan inti Masjid Gedhe Mataram Kotagede.
Percampuran dua arsitektur itu berawal dari Panembahan Senopati yakni Ki Ageng Pamanahan melakukan hijrah dari Pajang ke Mataram atau Alas Mentaok.
Selama perjalanan ia bertemu dengan pemeluk agama Hindu. Di sana lah terjadi interaksi dan akhirnya pemeluk Hindu ikut membangun Masjid Kotagede.
"Pagar ini masih asli bentuknya dibangun bersama dengan Masjidnya. Kenapa bentuknya seperti Hindu, saat Pamanahan Pajang ke Yogyakarta melewati beberapa daerah Hindu. Seperti Prambanan, banyak masyarakat yang bertanya. Lalu dijawab oleh Pamanahan mau membangun Masjid." kata Bendahara 2 Takmir Masjid Gedhe Mataram Kotagede, Muhammad Arsyad, Jumat (16/4/2022).
Saling bahu membahu ini menunjukkan toleransi beragama di Mataram sudah tumbuh saat itu. Umat Hindu ikut membantu membangun pagar Masjid.
"Nuansa Islam kuat, Hindunya juga kental. Karena toleransi beragama dan kerjasama sudah bagus," imbuhnya.
Masjid Gedhe Mataram Kotagede ini menyimpan beberapa barang peninggalan.
Seperti bedug yang ada di sisi kiri serambi masjid dan dan hingga kini masih digunakan. Bedug ini memiliki usia kurang lebih sama dengan Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Bedug ini memiliki diameter kurang lebih 1 meter.
Bedug itu didapat ketika Sunan Kalijaga sedang mengembara melalui Kulon Progo dan menemukan pohon yang besar.
Ternyata pohon itu milik Kyai Pringgit atau dikenal dengan Nyai Brintik. Setelah mengetahui pemilik, Sunan Kalijaga meminta pohon itu dan diberilah pohon besar itu lalu digunakan sebagai kerangka bedug.
"Sudah ada perbaikan pada bedugnya terutama mengganti bagian kulitnya dengan kulit sapi baru," ujar dia.
Tak hanya bedug saja ada juga mimbar kuno yang masih digunakan untuk pendakwah di masjid ini.
Mimbar ini merupakan hadian dari raja Aceh kala itu.
PPeninggalan lainnya tugu berwarna hijau yang dibangun oleh Pakubuwono tahun 1926.
Masjid Gedhe mataram Kotagede juga memiliki mata air yang sampai saat ini airnya masih muncul dan dimanfaatkan oleh warga sekitarnya.
Saat bulan Ramadhan ada tradisi yang masih dipertahankan hingga sekarang, yakni shalat tarawih pada saat tengah malam.
Dengan adanya shalat tarawih pada tengah malam memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk menjalankan shalat.
"Kalau ngga bisa saat pukul 19.00 bisa ikut tarawih tengah malam ini. Atau sekaligus salat malam di sepertiga malam," tutup Arsyad.