MALANG, KOMPAS.com – Warga Suku Tengger lereng Gunung Bromo di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, menggelar ritual unan–unan, Kamis (31/5/2018).
Ritual yang diadakan setiap lima tahun sekali menurut penanggalan Suku Tengger itu untuk membersihkan desa supaya selamat dari malapetaka.
Istilan unan–unan berasal dari kata tuno yang artinya berkurang. Dalam penanggalan Suku Tengger, setiap bulan memiliki 30 hari. Sementara, pada bulan tertentu, hanya terdapat 29 hari. Sehingga jika dijumlah terdapat selisih antara lima hingga enam hari dalam setahun.
Untuk melengkapi kekurangan tersebut, selisih hari itu dimasukkan ke dalam Bulan Dhesta atau bulan kesebelas yang hanya ada dalam penanggalan tiap lima tahun sekali. Sehingga pada Bulan Dhesta warga Suku Tengger menggelar ritual unan–unan.
Tidak diketahui secara pasti, kapan ritual itu dimulai. Kendati semikian, ritual itu sudah mendarah daging di tengah warga Suku Tengger. Seperti pelaksanaan ritual lainnya, yakni Upacara Karo dan Yadnya Kasada.
Ritual unan-unan dimulai dengan penyembelihan kerbau sehari sebelum pelaksanaan. Kerbau itu lantas diambil bagian tubuhnya untuk diolah menjadi sesaji berupa sate. Sedangkan kepala, kulit dan kakinya dibiarkan utuh untuk diarak.
Tepat pada hari pelaksanaan ritual unan–unan, kepala kerbau itu dihias dan diletakkan di atas ancak atau keranda terbuka. Di atas ancak itu juga terdapat sesaji berupa sate kerbau sebanyak 100 tusuk, 100 tumpeng dan 100 jananan yang dikemas dengan daun klotok.
Selanjutnya ancak berisi kepala kerbau dan sesaji itu diarak oleh seluruh warga Suku Tengger menuju Sanggar Pamujan yang berada di atas bukit tidak jauh dari perkampungan warga.
Arak–arakan dipimpin oleh dukun, kepala desa, dan tokoh agama serta tokoh adat Suku Tengger. Di atas sanggar itu dukun warga Suku Tengger merapal mantra ritual unan–unan. KONTRIBUTOR MALANG, ANDI HARTIK